GALIGO HARI INI (SERI 97 )
Sumbangan X-ukar (Siswa SMAN 1 Majauleng, Wajo)
Sanreka nabelleang ka (8)
Renrinna to kera e (7)
Annung passiona (6)
Arti Bugis Umum Awwe bateku maddennuang rialena, lemmuha nyawana nabellengka, nakalasiangka
Arti Indonesia
Pupus sudah harapan, kepercayaanku engkau hianati, engkau nodai
Penjelasan Kata sulit sekaligus kata kunci dari Galigo ini terletak pada kata RENRINGNA TO KEERAE dan ANNUNG.
Renringna To Kera’E, merunut pada sejarah dan penuturan beberapa Tetua masyarakat Keera yang sempat kami hubungi, dahulu rumah-rumah masyarakat keera lazim menggunakan anyaman yang terbuat dari daun pohon Sagu. Mengingat saat itu, daerah Keera hingga ke daerah di utaranya (Siwa, Boriko, hingga Luwu) terkenal sebagai penghasil Sagu, sebelum digantikan dengan tanaman cengkeh. Atap anyaman ini disebut atap rumbia yang dalam bahasa bugis disebut BAKKAWENG, berasal dari kata BAKKAA yang berarti melebar.
Annung, merunut pada penjelesan daeng Madong Arisona (dalam diskusi maya di Group Galigo Bugis) annung adalah sejenis pengikat, dibuat dari kulit pohon Annung yang masih muda (sebesar pohon bambu). Dulu di tanah Bugis, saat tanaman padi mulai bernas (berisi)/menjelang masa Arenggalang (panen dengan menggunaka Rakkapeng (Ani-Ani) para petani masuk ke hutan mencari Annung. Batang annung itu kemudian dimemarkan hinga kulit dan kayunya terpisah. Kulitnya itu kemudian dijemur 1-2 minggu, annung yang telah kering dipakai untuk pengikat Wesse. Wesse adalah bahasa Bugis untuk menyebut satuan rimbun padi yang masih melekat pada batangnya dan telah dipotong memakai Rakkapeng tadi. Annung sendiri sesungguhnya bukanlah bahan pengikat yang kuat (rapuh), marafo dalam bahasa bugis.
Dari penjelasan diatas maka Galigo ini bermakna, BERSANDAR DAN AKU TERTIPU, PADA KATA-KATANYA YANG MEMBUAI (MELEBAR), TERNYATA SEMUA HANYA ISAPAN JEMPOL/TAK ADA DASAR YANG KUAT (RAPUH).
Sumbangan X-ukar (Siswa SMAN 1 Majauleng, Wajo)
Sanreka nabelleang ka (8)
Renrinna to kera e (7)
Annung passiona (6)
Arti Bugis Umum Awwe bateku maddennuang rialena, lemmuha nyawana nabellengka, nakalasiangka
Arti Indonesia
Pupus sudah harapan, kepercayaanku engkau hianati, engkau nodai
Penjelasan Kata sulit sekaligus kata kunci dari Galigo ini terletak pada kata RENRINGNA TO KEERAE dan ANNUNG.
Renringna To Kera’E, merunut pada sejarah dan penuturan beberapa Tetua masyarakat Keera yang sempat kami hubungi, dahulu rumah-rumah masyarakat keera lazim menggunakan anyaman yang terbuat dari daun pohon Sagu. Mengingat saat itu, daerah Keera hingga ke daerah di utaranya (Siwa, Boriko, hingga Luwu) terkenal sebagai penghasil Sagu, sebelum digantikan dengan tanaman cengkeh. Atap anyaman ini disebut atap rumbia yang dalam bahasa bugis disebut BAKKAWENG, berasal dari kata BAKKAA yang berarti melebar.
Annung, merunut pada penjelesan daeng Madong Arisona (dalam diskusi maya di Group Galigo Bugis) annung adalah sejenis pengikat, dibuat dari kulit pohon Annung yang masih muda (sebesar pohon bambu). Dulu di tanah Bugis, saat tanaman padi mulai bernas (berisi)/menjelang masa Arenggalang (panen dengan menggunaka Rakkapeng (Ani-Ani) para petani masuk ke hutan mencari Annung. Batang annung itu kemudian dimemarkan hinga kulit dan kayunya terpisah. Kulitnya itu kemudian dijemur 1-2 minggu, annung yang telah kering dipakai untuk pengikat Wesse. Wesse adalah bahasa Bugis untuk menyebut satuan rimbun padi yang masih melekat pada batangnya dan telah dipotong memakai Rakkapeng tadi. Annung sendiri sesungguhnya bukanlah bahan pengikat yang kuat (rapuh), marafo dalam bahasa bugis.
Dari penjelasan diatas maka Galigo ini bermakna, BERSANDAR DAN AKU TERTIPU, PADA KATA-KATANYA YANG MEMBUAI (MELEBAR), TERNYATA SEMUA HANYA ISAPAN JEMPOL/TAK ADA DASAR YANG KUAT (RAPUH).
GALIGO HARI INI
(SERI 98 )
Menjawab pertanyaan Ifa HR dan Takdir
Mauluttu Massuajang (8)
Oki SiputanraE (7)
Teppa Rewe’mua (6)
Arti Bugis Umum
Mauni lao tega laona, narekko siputotoi, tette’i siruntu
Arti Indonesia
Dimanapun keberadaannya, kalau sudah jodoh, takkan kemana.
Penjelasan
Galigo ini tidak termasuk dalam kategori sulit, tidak memiliki pelapisan makna, tidak juga memiliki kata kunci sebagai pembuka keseluruhan maknanya. Galigo ini mudah dicerna, meski kata yang dipakai bukan lagi kata dalam kosa kata Bugis yang jamak ditemui saat ini.
Kata yang dimaksud adalah Massuajang yang memiliki padanan kata dalam Bahasa Indonesia yakni melayang, membahana, melanlang buana. Lalu kata Oki SiputanraE yang bermakna suratan takdir. Jadi Galigo ini cocok bagi orang yang lagi Sisappa Tessiseng, orang yang lagi galau mencari di manakah gerangan jodohnya berada.
Menjawab pertanyaan Ifa HR dan Takdir
Mauluttu Massuajang (8)
Oki SiputanraE (7)
Teppa Rewe’mua (6)
Arti Bugis Umum
Mauni lao tega laona, narekko siputotoi, tette’i siruntu
Arti Indonesia
Dimanapun keberadaannya, kalau sudah jodoh, takkan kemana.
Penjelasan
Galigo ini tidak termasuk dalam kategori sulit, tidak memiliki pelapisan makna, tidak juga memiliki kata kunci sebagai pembuka keseluruhan maknanya. Galigo ini mudah dicerna, meski kata yang dipakai bukan lagi kata dalam kosa kata Bugis yang jamak ditemui saat ini.
Kata yang dimaksud adalah Massuajang yang memiliki padanan kata dalam Bahasa Indonesia yakni melayang, membahana, melanlang buana. Lalu kata Oki SiputanraE yang bermakna suratan takdir. Jadi Galigo ini cocok bagi orang yang lagi Sisappa Tessiseng, orang yang lagi galau mencari di manakah gerangan jodohnya berada.
GALIGO HARI INI (SERI 99 )
Untuk mereka yang lagi ribut dengan pasangannya
Paria lorongnomai (8)
Riyawa tellongengta (7)
Tapada mapai (6)
Arti Bugis Umum
Pallessuni caimu, ubali cai tokki natomassarang
Arti Indonesia
Tumpahkanlah amarahmu padaku, kan kubalas pula dengan amarah, dengan begitu kita akan segera bercerai.
Penjelasan
Galigo ini termasuk kategori sulit, memiliki 3 lapisan makna. Dari makna kata, arti makna lalu makna sesungguhnya. Kata kuncinya terletak pada kata Paria dan Tellongeng, paria adalah tanaman sayur yang memiliki rasa pahit. Dalam galigo ini kata pai (pahit) mewakili makna amarah, benci bahkan hujat. Jadi baris pertama ini seolah ingin berkata “hujatlah aku dengan kata-kata yang sepahit mungkin, dengan kata kebencian”.
Kata kunci kedua adalah Tellongengta. Kata tellongeng dalam bahasa Bugis memiliki tiga arti, yakni jendela, mata dan hati. Memperhatikan kata didepannya, riyawa yang bermakna "dasar/di bawah" maka kata ini tepat pada makna hati. Menyambung makna bari pertama maka kalimat pada baris kedua ini seolah ingin berkata “hinalah aku hingga perih lubuk hatiku”.
Membaca baris ketiga, maka makna utuh dari dua baris diatas makin jelas. Kata Tapada yang bermakna "saling", mengantarkan pada makna bahwa orang kedua akan ikut marah pula pada orang pertama hingga orang pertama merasakan perih pada lubuk hatinya.
Galigo ini adalah galigo yang paling dihindari dan ditakuti oleh sepasang suami istri (keluarga), jika salah satu pihak mengumbar galigo ini dan pihak lainnya tak bisa menahan diri, maka percerian adalah penyelesaian paling pungkas. Maka, lazimnya galigo ini selalu dijadikan bahan dalam nasehat perkawinan dalam masyarakat Bugis. Disampaikan oleh tetua keluarga pada saat prosesi mappacci, sederhananya nasehat itu berbunyi “lesangengngi alemi, aja’ mupebaliwi nareko ripallesuriko Paria lorongnomai, Riyawa tellongengta, Tapada mapai” (Jika pasanganmu mengumbarkan Galigo ini dihadapanmu, baik engkau pergi menenangkan diri dan jangan menyahutinya, fatal akibatnya).
Amarah dibalas amarah, jadinya angkara murka. Itulah pesan utama dari Galigo ini.
Untuk mereka yang lagi ribut dengan pasangannya
Paria lorongnomai (8)
Riyawa tellongengta (7)
Tapada mapai (6)
Arti Bugis Umum
Pallessuni caimu, ubali cai tokki natomassarang
Arti Indonesia
Tumpahkanlah amarahmu padaku, kan kubalas pula dengan amarah, dengan begitu kita akan segera bercerai.
Penjelasan
Galigo ini termasuk kategori sulit, memiliki 3 lapisan makna. Dari makna kata, arti makna lalu makna sesungguhnya. Kata kuncinya terletak pada kata Paria dan Tellongeng, paria adalah tanaman sayur yang memiliki rasa pahit. Dalam galigo ini kata pai (pahit) mewakili makna amarah, benci bahkan hujat. Jadi baris pertama ini seolah ingin berkata “hujatlah aku dengan kata-kata yang sepahit mungkin, dengan kata kebencian”.
Kata kunci kedua adalah Tellongengta. Kata tellongeng dalam bahasa Bugis memiliki tiga arti, yakni jendela, mata dan hati. Memperhatikan kata didepannya, riyawa yang bermakna "dasar/di bawah" maka kata ini tepat pada makna hati. Menyambung makna bari pertama maka kalimat pada baris kedua ini seolah ingin berkata “hinalah aku hingga perih lubuk hatiku”.
Membaca baris ketiga, maka makna utuh dari dua baris diatas makin jelas. Kata Tapada yang bermakna "saling", mengantarkan pada makna bahwa orang kedua akan ikut marah pula pada orang pertama hingga orang pertama merasakan perih pada lubuk hatinya.
Galigo ini adalah galigo yang paling dihindari dan ditakuti oleh sepasang suami istri (keluarga), jika salah satu pihak mengumbar galigo ini dan pihak lainnya tak bisa menahan diri, maka percerian adalah penyelesaian paling pungkas. Maka, lazimnya galigo ini selalu dijadikan bahan dalam nasehat perkawinan dalam masyarakat Bugis. Disampaikan oleh tetua keluarga pada saat prosesi mappacci, sederhananya nasehat itu berbunyi “lesangengngi alemi, aja’ mupebaliwi nareko ripallesuriko Paria lorongnomai, Riyawa tellongengta, Tapada mapai” (Jika pasanganmu mengumbarkan Galigo ini dihadapanmu, baik engkau pergi menenangkan diri dan jangan menyahutinya, fatal akibatnya).
Amarah dibalas amarah, jadinya angkara murka. Itulah pesan utama dari Galigo ini.
GALIGO HARI INI
(SERI 100 )
Dega fasa rikampongmu (8)
Balanca ri lippumu (7)
Mulangco mabela (6)
Arti Bugis Umum
Balala memengga ana dara ri kampongmu? Iyarega de’memengga nala atimmu mulancomai?
Arti Indonesia
Sungguh sedikitkah dara di kampungmu atau memang tak ada dara yang menarik di negerimu? Hingga kau datang kemari?
Penjelasan
Galigo ini banyak dipergunakan dalam proses lamar-melamar dalam khasanah masyarakat Bugis, terutama saat seorang jejaka datang meminang dara di kampung lain. Maka keluarga pihak perempuan akan menanyakannya lewat galigo ini.
Dega fasa rikampongmu (8)
Balanca ri lippumu (7)
Mulangco mabela (6)
Arti Bugis Umum
Balala memengga ana dara ri kampongmu? Iyarega de’memengga nala atimmu mulancomai?
Arti Indonesia
Sungguh sedikitkah dara di kampungmu atau memang tak ada dara yang menarik di negerimu? Hingga kau datang kemari?
Penjelasan
Galigo ini banyak dipergunakan dalam proses lamar-melamar dalam khasanah masyarakat Bugis, terutama saat seorang jejaka datang meminang dara di kampung lain. Maka keluarga pihak perempuan akan menanyakannya lewat galigo ini.
Kata kunci pada galigo ini terdapat pada baris pertama dan kedua. Yakni pada kata “fasaa” yang berarti pasar, tempat berkumpulnya orang banyak, tempat dimana seorang jejaka dapat dengan mudah melihat beberapa dara yang berbelanja seraya menjajakan kain sarung hasil tenunannya. Kalimat pada baris ini seolah berkata “sudah tidak ramai lagikah pasar di kampung didatangi para penenun kain sarung?”.
Kata kunci kedua adalah “balanca” yang berarti belanjaan. Barang belanjaan adalah sesuatu yang dibeli oleh seseorang setelah melalui proses pemilihan. Pemilihan dengan diawali proses seleksi, penyesuaian dengan selera, kebutuhan dan anggaran belanja yang tersedia. Maka baris ini seolah berkata “tidak adakah dara yang masuk kriteriamu di daerahmu”. Sementara baris ketiga sebagai penutup hanyalah pengikut untuk menegaskan makna pada dua baris selanjutnya, secara konteks baris ketiga ini berkata “hingga kau jauh-jauh datang kemari melamar anak kami”.
Galigo biasanya akan dibalas dengan galigo pula oleh pihak (keluarga) sang jejaka, seperti apa balasannya? Tunggu edisi selanjutnya!
GALIGO HARI INI (SERI 101 )
Menjawab permintaan para member, sekaligus melengkapi tema yang termaktup dalam Galigo seri 100 sebelumnya, maka mulai seri 101 ini kami akan mengangkat Galigo dengan tema “Lamar-melamar”. Selamat menikmati.
Kutudang Ri Jajarengta (8)
Baritu Toanae (7)
Tiwi Bunga Pute (6)
Arti Bugis Umum
Engka romai tudang mappakalebbi, ri lappa to foleta, ininnawa mapaccing utiwi
Arti Indonesia
Adalah kami datang dengan segala hormat dan kehormatan, merapat di ruang tamu tuan, niat baik yang kami bawa.
Penjelasan
Tidak sulit untuk memaknai galigo ini, terlebih jika sudah menemukan kata kuncinya, yang terletak pada kata “Jajareng” pada baris pertama dan “Bunga Pute” pada baris ketiga. Sementara baris kedua menjadi pelengkap, sebagai transisi untuk menjelaskan situasi dan lokasi kejadian dan galigo ini sekaligus mengantarkan ke baris selanjutnya.
Secara harfiah “Jajarengta” bermakna duduk sama rata/rendah. Mengantarkan kita pada situasi dimana sang Pelamar (Pria) dan pihak yang dilamar (Perempuan) menempatkan diri sebagai dua pihak yang setara, saling membutuhkan, tidak ada salah satu pihak yang berposisi sebagai penghiba. Setidaknya ini yang diharapkan pihak pelamar, tentu setelah pihak pria memahami siapa dan bagaimana kedudukan keluarga besar sang putri yang dilamar. Kedudukan yang dimaksud bisa berarti status sosial, agama, ekonomi dll.
Tudang majjareng sendiri sudah menjadi tradisi umum dalam masyarakat Bugis. Masyarakat Bugis sudah terbiasa duduk setara dalam sebuah pertemuan/majelis pada lantai/tikar yang sama. Tidak tempat duduk atau singgasana bagi siapapun yang dianggap lebih terhormat dalam majelis tersebut. Tidak ada tempat atau bagian tertentu yang sengaja ditinggikan (termasuk kursi) untuk altar/singgasana bagi yang dihormati. Semua tetap duduk sama rendah, hal ini berlaku dalam lingkup rumah tangga, masyarakat hingga lingkup kerajaan.
Untuk membedakan sosok yang terhormat pada majelis (termasuk dalam jamuan makan) tersebut bisa dilihat dari posisi duduk yang senantiasa duduk pada posisi pusat perhatian (center of audience), biasanya terletak pada ujung atas dari sebuah posisi majelis. Lurus dengan asal arah masuknya peserta majelis / masuknya hantaran hidangan.
Sementara kata “Bunga Pute” adalah lema Bugis untuk menyatakan nama dari Bunga Melati. Dalam hal ini kata Bunga Pute memiliki dua makna, bisa dalam tataran sebagai simbol kesucian (niat suci) yang berangkat lema dasar pute yang berarti putih/suci/bersih. Bunga Pute juga bisa dimaknai sebagai simbol dari sesuatu yang diharapkan berkembang, berangkat dari filosofi Bunga Pute yang dalam khasanah budaya Bugis diperuntukkan untuk melati yang masih kuncup (untuk kepentingan acara adat), ini berarti masih diharapkan untuk mekar atau berkembang. Seolah sang pelamar berharap niat yang dibawa saat itu dapat berkembang menjadi sebuah kesepakatan yang besar dan diwujudkan bersama kelak. Kata barite toanae, adalah lema Bugis kuno untuk menyebut Lappa Tofole (ruang tamu) saat ini.
Bagaimana tanggapan pihak yang dilamar, tunggu edisi berikutnya.
Menjawab permintaan para member, sekaligus melengkapi tema yang termaktup dalam Galigo seri 100 sebelumnya, maka mulai seri 101 ini kami akan mengangkat Galigo dengan tema “Lamar-melamar”. Selamat menikmati.
Kutudang Ri Jajarengta (8)
Baritu Toanae (7)
Tiwi Bunga Pute (6)
Arti Bugis Umum
Engka romai tudang mappakalebbi, ri lappa to foleta, ininnawa mapaccing utiwi
Arti Indonesia
Adalah kami datang dengan segala hormat dan kehormatan, merapat di ruang tamu tuan, niat baik yang kami bawa.
Penjelasan
Tidak sulit untuk memaknai galigo ini, terlebih jika sudah menemukan kata kuncinya, yang terletak pada kata “Jajareng” pada baris pertama dan “Bunga Pute” pada baris ketiga. Sementara baris kedua menjadi pelengkap, sebagai transisi untuk menjelaskan situasi dan lokasi kejadian dan galigo ini sekaligus mengantarkan ke baris selanjutnya.
Secara harfiah “Jajarengta” bermakna duduk sama rata/rendah. Mengantarkan kita pada situasi dimana sang Pelamar (Pria) dan pihak yang dilamar (Perempuan) menempatkan diri sebagai dua pihak yang setara, saling membutuhkan, tidak ada salah satu pihak yang berposisi sebagai penghiba. Setidaknya ini yang diharapkan pihak pelamar, tentu setelah pihak pria memahami siapa dan bagaimana kedudukan keluarga besar sang putri yang dilamar. Kedudukan yang dimaksud bisa berarti status sosial, agama, ekonomi dll.
Tudang majjareng sendiri sudah menjadi tradisi umum dalam masyarakat Bugis. Masyarakat Bugis sudah terbiasa duduk setara dalam sebuah pertemuan/majelis pada lantai/tikar yang sama. Tidak tempat duduk atau singgasana bagi siapapun yang dianggap lebih terhormat dalam majelis tersebut. Tidak ada tempat atau bagian tertentu yang sengaja ditinggikan (termasuk kursi) untuk altar/singgasana bagi yang dihormati. Semua tetap duduk sama rendah, hal ini berlaku dalam lingkup rumah tangga, masyarakat hingga lingkup kerajaan.
Untuk membedakan sosok yang terhormat pada majelis (termasuk dalam jamuan makan) tersebut bisa dilihat dari posisi duduk yang senantiasa duduk pada posisi pusat perhatian (center of audience), biasanya terletak pada ujung atas dari sebuah posisi majelis. Lurus dengan asal arah masuknya peserta majelis / masuknya hantaran hidangan.
Sementara kata “Bunga Pute” adalah lema Bugis untuk menyatakan nama dari Bunga Melati. Dalam hal ini kata Bunga Pute memiliki dua makna, bisa dalam tataran sebagai simbol kesucian (niat suci) yang berangkat lema dasar pute yang berarti putih/suci/bersih. Bunga Pute juga bisa dimaknai sebagai simbol dari sesuatu yang diharapkan berkembang, berangkat dari filosofi Bunga Pute yang dalam khasanah budaya Bugis diperuntukkan untuk melati yang masih kuncup (untuk kepentingan acara adat), ini berarti masih diharapkan untuk mekar atau berkembang. Seolah sang pelamar berharap niat yang dibawa saat itu dapat berkembang menjadi sebuah kesepakatan yang besar dan diwujudkan bersama kelak. Kata barite toanae, adalah lema Bugis kuno untuk menyebut Lappa Tofole (ruang tamu) saat ini.
Bagaimana tanggapan pihak yang dilamar, tunggu edisi berikutnya.
GALIGO HARI INI
(SERI 102 )
Serial Lamar-melamar
Upemmaga Apoletta (8)
Utuling Akkattata (7)
Pallinoni sia (6)
Arti Bugis Umum
Serial Lamar-melamar
Upemmaga Apoletta (8)
Utuling Akkattata (7)
Pallinoni sia (6)
Arti Bugis Umum
Upenessa
apolengengta, uranga-uranga akkatata, madecengni narekko tafalessu toni.
Arti Indonesia
Sesungguhnya
telah kami duga ikhwal kedatangan tuan, pun maksud kedatangan tuan telah kami
reka-reka. Namun agar lebih terang, ada baiknya tuan utarakan sendiri.
Penjelasan
Ini adalah
Galigo jawaban tuan rumah atas kedatangan keluarga mempelai pria, dengan suka
cita tuan rumah menyambut kedatangan tamunya. Dalam masyarakat Bugis,
kedatangan tamu dianggap sebagai penghantar rejeki. Apalagi ketika orang itu
datang melamar, tentu adalah rejeki yang tak terkira nilainya.
Meski tuan
rumah sudah tahu maksud kedatangan tamunya, tapi ia tidaklah jumawa dan tetap
persilahkan tamunya untuk utarakan maksudnya, ini juga wujud menghormati tamu.
Selain itu, tersirat makna dimana tuan rumah menginginkan agar sang tamu
langsung mengarahkan pembicaraan ke inti tujuan kedatangan mereka, permintaan
itu disampaik dengan halus tapi tegas lewat kata “Pallinoni Sia”, segeralah
utarakan.
Kata
Upemmaga dalam bait pertama bermakana “uporennu madeceng”, seolah tuan rumah
ingin berkata “sungguh senang kami menerima kedatangan tuan (membawa lamaran)”.
Sementara kata “utoling” pada bait kedua bermakna “pura ucappa toling”, yang
berarti tuan rumah sebelumnya telah mendengar bocoran berita jika keluarga tamu
akan datang melamar. Bocoran berita itu adalah kabar baik dan rejeki bagi tuan
rumah, inilah yang dimasyarakat Bugis disebut sebagai “dalle doccili”, rejeki
lewat telinga (pendengaran, berita).
GALIGO HARI INI
(SERI 103 )
Serial
Lamar-melamar
Ambo Baco Indo
Baco (8)
Palengeng Palek
Lima (7)
Liseq Rio Rennu
(6)
Arti Bugis Umum
Eee, ambona La
Baco iyarega Indona La Bace, tapallebbangni mai aga aktatta, nangkalingai funna
bolaE, Nassau, natemmu.
Arti
Indonesia
Duhai orang tua
dari sang calon mempelai laki-laki. Ungkapkanlah maksud kedatanganmu kehadapan
tuan rumah, agar kita sama tau dan bertemulah semua harapan.
Penjelasan
Menjawab
permintaan tuan rumah agar sang tamu mengutarakan niat sesungguhnya, maka juru
bicara sang tamu yang bertugas sebatas pembuka pembicaraan segera
mempersilahkan orang tua sang tamu (pelamar/pihak pria) untuk mengutarakan
maksud kedatangan mereka. Dalam kasus ini sang juru bicara rupanya tak ingin
melangkah orang tua sang pelamar untuk menyampaikan maksud kedatangan mereka.
Kebanyakan dalam proses lamar melamar, juru bicaralah yang mengambil peran
penuh mulai dari awal hingga mengambil keputusan akhir, meski selama proses tersebut
interaksi berupa konsultasi antara juru bicara dan orang tua pelamar sangatlah
dimungkinkan.
Demi
mempersilahkan orang tua pelamar, sang juru bicara menggunakan kalimat “Ambo
Baco Indo Baco, Palengeng Palek Lima, Liseq Rio Rennu”. Sebuah kalimat bernada
elong galigo, yang memiliki pelapisan makna, setidaknya dua lapis makna.
Kalimat Ambo
Baco dan Indo Baco bermakna Ee Indoqna atau Amboqna La Baco, hai Ibu atau Ayah
dari La Baco. Sementara kalimat Palengeng Paleq Lima berarti tengadahkan
telapak tanganmu, untuk menegadahkan telapak tangan maka telapak tangan dan
jemari perlu dibuka melebar, upaya ini dalam bahasa bugis disebut MALLEBBAA
(melebar). Mellebba jika ditulis dalam aksara lontara bisa pula dibaca menjadi MALLEBBANG
(terbuka, tersiar) yang memiliki makna tidak tertutupi, bukan rahasia atau
semua orang bisa mengetahuinya.
Sementara untuk
mengetahui makna baris ketiga yang berbunyi Liseq rio rennu, yang jika
dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia akan bermakna isi/inti/hakikat dari
keriangan atas sebuah harapan. Untuk menemukan makna hakikinya maka dapat
ditemukan dengan cara menjawab pertanyaan “apakah hakikat dari rasa riang
seseorang setelah harapannya terpenuhi”
Jawaban dari
pertanyaan tersebut adalah kelegaan, dalam bahasa bugis disebut Massau, jika
ditulis dalam aksara lontara bugis maka tulisannya dapat pula dibaca menjadi MASSAUUU,
salah satu kegiatan dalam kegiatan menenun kain sarung. Esensi utama dari
kegiatan massauu ini adalah mempertemukan ujung demi ujung benang (massumpung)
yang selanjutnya akan menjadi lungsi dari tenunan tersebut. Di tanah bugis
pertemuan ujung benang tersebut disebut MATTEMMU. Dalam konteks galigo
ini, kata mattemmu bermakna sangkaan tuan rumah (baca Galigo seri 102) dengan
maksud kedatangan tamu dapat saling bersambut tangan.
GALIGO HARI INI (SERI 104 )
Serial Lamar-melamar
Rennuta Ribali Rennu (8)
Mattunrung na Mattakke (7)
Ripominasae (6)
Arti Bugis Umum
Rennutta ibali rennu, lebbifi egana rennukku, padatoha iya pada riminasaiyye
Arti Indonesia
Kabar gembira tentu kami balas gembira, justru gembira kami lebih besar dan luas, tentu itu yang kita harapkan semua.
Penjelasan
Setelah mendengarkan (utaraan) maksud kedatangan sang tamu (rombongan keluarga calon mempelai pria), maka keluarga calon mempelai perempuan membalas dengan ungkapan suka cita pula. Mereka menyambut gembira maksud kedatangan calon mempelai pria yang datang membawa kabar gembira. Makna gembira ini merujuk pada kata rennu, kosa kata Bugis bermakna gembira.
Kata sulit pada Galigo ini terletak pada baris kedua, pada kata Mattunrung na Mattakke. Kata tunrung bermakna tandan (seperti pada pisang) dan kata Mattakke bermakna bercabang. Lewat frase ini, pihak perempuan ingin menyatakan jika rasa gembira mereka bagaikan batang buah pisang yang melahirkan buah pisang yang banyak, juga ibarat batang pohon yang menghasilkan banyak dahan, cabang dan ranting. Sederhananya bisa diringkas dalam kalimat “rasa gembira kami ini beranak pinak dan berkembang luas”. Sementara pada baris ketiga, kata Ripominasae sendiri bermakna sesuatu yang diharapkan bersama, berasal dari kata minasa yang berarti harapan, impian, asa, keinginan, hasrat, tujuan.
Seperti apa percakapan dalam acara lamar-melamar ala Bugis yang berbalut kiasan ini berikutnya, tunggu edisi berikutnya. Salam Galigo
Serial Lamar-melamar
Rennuta Ribali Rennu (8)
Mattunrung na Mattakke (7)
Ripominasae (6)
Arti Bugis Umum
Rennutta ibali rennu, lebbifi egana rennukku, padatoha iya pada riminasaiyye
Arti Indonesia
Kabar gembira tentu kami balas gembira, justru gembira kami lebih besar dan luas, tentu itu yang kita harapkan semua.
Penjelasan
Setelah mendengarkan (utaraan) maksud kedatangan sang tamu (rombongan keluarga calon mempelai pria), maka keluarga calon mempelai perempuan membalas dengan ungkapan suka cita pula. Mereka menyambut gembira maksud kedatangan calon mempelai pria yang datang membawa kabar gembira. Makna gembira ini merujuk pada kata rennu, kosa kata Bugis bermakna gembira.
Kata sulit pada Galigo ini terletak pada baris kedua, pada kata Mattunrung na Mattakke. Kata tunrung bermakna tandan (seperti pada pisang) dan kata Mattakke bermakna bercabang. Lewat frase ini, pihak perempuan ingin menyatakan jika rasa gembira mereka bagaikan batang buah pisang yang melahirkan buah pisang yang banyak, juga ibarat batang pohon yang menghasilkan banyak dahan, cabang dan ranting. Sederhananya bisa diringkas dalam kalimat “rasa gembira kami ini beranak pinak dan berkembang luas”. Sementara pada baris ketiga, kata Ripominasae sendiri bermakna sesuatu yang diharapkan bersama, berasal dari kata minasa yang berarti harapan, impian, asa, keinginan, hasrat, tujuan.
Seperti apa percakapan dalam acara lamar-melamar ala Bugis yang berbalut kiasan ini berikutnya, tunggu edisi berikutnya. Salam Galigo
GALIGO HARI INI (SERI 105 )
Edisi Selingan dari Serial lamar-melamar
Edisi Selingan dari Serial lamar-melamar
Tappa Curu Na
Mamelleng (8)
Aduu Parewa
Jabba (7)
Tebbu Tonrong
Salo (6)
Arti Bugis Umum
Aganatu
angkeqmu iko, mattappa tomalasatono, masumpu nyawa tono, dettona gaga rettemu
Arti Indonesia
Apa yang dapat
kami andalkan pada dirimu, sudah berwajah tanpa harapan, kamu juga tidak
memiliki kelebihan apapun dan juga tidak memiliki pengaruh apapun.
PenjelasanSecara umum galigo termasuk kategori sulit, masing-masing baris memiliki kata kunci untuk menjelaskan makna masing-masing baris untuk mencapai makna utuh dari galigo ini. Pada baris pertama kata kuncinya terletak pada kata “curu na mamelleng”, sementara rangkaian kata pada baris kedua dan ketiga semuanya menjadi kata kunci yang terikat dan dalam sebuah kesatuan makna.
Kata curu
memiliki makna “sesuatu yang sengaja (memilih) tenggelam” untuk bersembunyi
agar tidak terlihat dipermukaan atau tidak tampak oleh orang lain. Tempat
bersembunyi ini biasanya dilakukan di air dalam atau dibalik semak-semak,
onggokan batu, kayu dan benda lainnya. Kata Mamelleng memiliki makna “wajah
yang tatapan kosong”, kata ini mungkin sudah jarang ditemui dalam bahasa
pergaulan akhir-akhir ini. Di sebelah timur kota Sengkang (Ibukota Kabupaten
Wajo Sul-Sel) atau tepatnya di sebelah utara Kota Tosora (Bekas Ibukota
Kerajaan Wajo sebelum pindah ke Sengkang) terdapat sebuah kampung yang bernama
Mellengnge. Konon, kampung yang kini terletak di desa Cinnongtabi ini pada masa
Musuq Sellengnge (1669) dihuni oleh-oleh penduduk yang memiliki wajah tanpa
gairah hidup. Disebabkan oleh rasa sedih mereka melihat hancurnya istana Tosora
karena dibombardir oleh meriam-meriam Belanda yang waktu itu bersekutu dengan
Kerajaan Bone.
Pada baris
kedua ditemui rangkaian kata “Aduu Parewa Jabba” yang secara bebas dapat
diterjemahkan menjadi “rumput yang menjadi bahan utama membuat sangkar burung”.
Sangkar burung yang dalam bahasa Bugis disebut “Jabba”. Jabba biasanya dibuat
dari bahan baku berupa tanaman dari kelompok tebu-tebuan yang lebih mirip
rumput. Bentuk dan warnanya mirip bambu kuning/gading. Telle jika ditulis dalam
bahasa Bugis, bisa dibaca menjadi Telleng (tenggelam), analogi telleng inilah
yang diterjemahan menjadi tenggelam yang memiliki makna seseorang yang tidak
menonjol ditengah orang kebayakan. Ibarat seseorang yang tidak memiliki
pengaruh apapun. Adanya tidak menambahi, tidak adanya tidak mengurangi.
Pada baris
ketiga, kata “Tebbu Tonrong Salo” secara bebas dapat diterjemahkan menjadi
tanaman tebu yang tumbuh di hilir sungai. Tebu semacam ini pasti rasanya
hambar, tidak manis seperti tebu pada umumnya. Ungkapan ini umumnya dialamatkan
pada orang yang tidak memiliki kelebihan atau keunggulan apapun yang dapat
dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan lingkungannya. Secara utuh, , galigo ini
ingin mengikhtibarkan agar setiap manusia dalam menghadapi hidup harus optimis,
harus memiliki kelebihan dan dapat diterima ditengah masyarakat. Semoga kita
termasuk didalamnya.
GALIGO HARI INI
(SERI 106 )
Serial Lamar-melamar
Mancinnairo Maggalung (8)
Galung Naranreng Sepeq (7)
Nabine Ri Takko (6)
Arti Bugis Umum
Temacinna manggalung lebbi, mallise na namadeceng wassale’na
Arti Indonesia
Kami hendak mengolah sepetak sawah yang melimpah airnya dan subur dan benih yang terbaik
Penjelasan
Serial Lamar-melamar
Mancinnairo Maggalung (8)
Galung Naranreng Sepeq (7)
Nabine Ri Takko (6)
Arti Bugis Umum
Temacinna manggalung lebbi, mallise na namadeceng wassale’na
Arti Indonesia
Kami hendak mengolah sepetak sawah yang melimpah airnya dan subur dan benih yang terbaik
Penjelasan
Setelah pihak
pria dan perempuan saling mengutarakan rasa suka atas pertemuan dua keluarga
besar ini, pihak pria mulai membuka arah pembicaraan ke niatnya untuk melamar.
Namun niatnya tersebut disampaikan dengan ungkapan perumpamaan yang sangat
halus. Sang lelaki mengibaratkan dirinya tak lebih dari seorang petani biasa
yang ingin mengolah sepetak sawah yang diapit dengan dua aliran saluran irigasi
disampingnya, lalu kelak akan ditanami dengan benih pilihan dengan harapan akan
tumbuh padi yang berisi dan melimpah.
Dalam dinamika persawahan orang Bugis, sawah yang diapit dua saliran irigasi biasanya berupa saluran mata air pada salah satu sisi dan saluran irigasi di sisi lainnya. Masyarakat Bugis menyebut sawah seperti ini sebagai GALUNG LEBBI (sawah yang sangat baik), sawah yang tak pernah kering dari air dan juga tidak ditumbuhi oleh gulma/rumput lainnya.
Saluran irigasi dari mata air mewakali simbol bahwa sang perempuan berasalah dari keturuan seorang ayah (sperma) yang baik. Sementara saluran irigasi melambangkan bahwa sang gadis lahir dari rahim seorang ibu yang juga adalah ibu dari golongan baik-baik. Perpaduan atara ayah dan ibu dari golongan yang baik ini akan melahirkan anak yang santun bersahaja yang dalam bahasa Bugis disebut MALEBBI. Selain itu, kata Galung Lebbi juga tidak ditumbuhi rumput liar mewakali makna bahwa gadis tersebut tidak sedang terikat dengan perikatan atau pinangan dari siapapun.
Sementara kata Bine ri Takko pada baris ketiga mengandung makna, bahwa sang gadis adalah gadis yang selama ini dijaga kesucian dan kemuliannya oleh orang tuanya, berasal dari kata TAKKO yang berarti dijaga kesuciannya/kualitasnya, merupakan kata turunan dari kata TANGKE (dipingit).
Masihkan ada gadis seperti itu saat ini? Semoga. Lalu, bagaimana kisah lanjutand dari proses lamar melamar ini, tunggu edisi selanjutnya.
Agana Ugaukengngi (8)Dalam dinamika persawahan orang Bugis, sawah yang diapit dua saliran irigasi biasanya berupa saluran mata air pada salah satu sisi dan saluran irigasi di sisi lainnya. Masyarakat Bugis menyebut sawah seperti ini sebagai GALUNG LEBBI (sawah yang sangat baik), sawah yang tak pernah kering dari air dan juga tidak ditumbuhi oleh gulma/rumput lainnya.
Saluran irigasi dari mata air mewakali simbol bahwa sang perempuan berasalah dari keturuan seorang ayah (sperma) yang baik. Sementara saluran irigasi melambangkan bahwa sang gadis lahir dari rahim seorang ibu yang juga adalah ibu dari golongan baik-baik. Perpaduan atara ayah dan ibu dari golongan yang baik ini akan melahirkan anak yang santun bersahaja yang dalam bahasa Bugis disebut MALEBBI. Selain itu, kata Galung Lebbi juga tidak ditumbuhi rumput liar mewakali makna bahwa gadis tersebut tidak sedang terikat dengan perikatan atau pinangan dari siapapun.
Sementara kata Bine ri Takko pada baris ketiga mengandung makna, bahwa sang gadis adalah gadis yang selama ini dijaga kesucian dan kemuliannya oleh orang tuanya, berasal dari kata TAKKO yang berarti dijaga kesuciannya/kualitasnya, merupakan kata turunan dari kata TANGKE (dipingit).
Masihkan ada gadis seperti itu saat ini? Semoga. Lalu, bagaimana kisah lanjutand dari proses lamar melamar ini, tunggu edisi selanjutnya.
Pakkadang Temmadapi (7)
Nabuwa Macenning (6)
Arti Bugis Umum
Loni yaga, temmakaharo cinnaku. Nennia depakasi uwellewi nrapiwi iya akkatta medecengku
Arti Indonesia
Apalah hendak dikata, sungguh telah paripurna usahaku. Namun aku belum cukup berdaya untuk mencapai mimpi-mimpi itu.
Penjelasan
Dibandingkan dengan Galigo-galigo sebelumnya, dalam Galigo kali ini tidak ada kata yang cukup sulit untuk diterjemakan dalam Galigo kali ini, 3 baris galigo yang tersedia menggunakan Bahasa Bugis yang masih lasim kita dengar dalam keseharian kita saat ini (di daerah tertentu). Terutama pada baru pertama yang secara tersurat menguraikan maknanya sendiri.
Kata “Pakkadang” pada baris pertama adalah analogi dari kata “Pakkulleang” yang berasal dari kata dasar “Ulle” yang bermakna kemampuan atau mampu. Jika diikut kata “Temmadapi” yang bermkana “Tak Kesampaian” di belakang kata “Pakkulleang” maka frase ini akan bermakana tidak mampu.
Sementara kata “Nabuwa” (Buah) pada baris ketiga mewakali makna “Impian”, “Tujuan”, “Target”. Lalu diikuti dengan kata “Macenning” (Manis), mewakali juga makna “Indah”, “Sempurna”, sehingga frase ini secara keseluruhan mewakili makna Impinah yang Indah.
Jika Galigo ini dibawah ke dalam ranah pernikahan. Maka ia dapat mewakili ungkapan “Sungguh aku sangat mencintai dan ingin memilikimu, apa daya Uang Pa’nai-mu tinggi sekali”
Sumber : satrabugis.com
Keren
ReplyDeleteJd ingat sma guru bhs daerahku semasa smp. Tiap hari hrs hafal 10 galigo lengkap artinya. Pk Arifin smp neg Ugi
ReplyDeleteAda yg bisa melengkapi PRIBAHASA INI...MATE MUA TAU MA PATOE, ...... DUA TELLU TO MASSOLLA SOLLAE
ReplyDelete