1. Sesampainya di tempat pemakaman,
keranda diletakkan di selatan liang kubur dengan posisi kepala jenazah di utara
dan kaki di selatan.
2. Ada 3 orang petugas yang turun
lebih dahulu ke liang kubur untuk siap menerima jenazah dengan posisi
menghadap ke kiblat. Seorang siap bertugas menerima pada bagian pundak dan kepala jenazah, seorang pada bagian tengahnya (punggung dan pantat), dan seorang pada bagian kaki.
menghadap ke kiblat. Seorang siap bertugas menerima pada bagian pundak dan kepala jenazah, seorang pada bagian tengahnya (punggung dan pantat), dan seorang pada bagian kaki.
3. Kain penutup keranda dibuka dan
dibentangkan di atas liang kubur. kemudian beberapa orang mengangkat jenazah
sambil membaca : ”بِسْمِ اللَّهِ وَ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ
اللَّهِ”. Sementara itu keranda segera
disingkirkan, agar tidak mengganggu dan merepotkan. Kemudian jenazah diturunkan
secara hati-hati untuk dimasukkan dan diberikan kepada ketiga orang petugas
yang sudah berada didalam liang kubur. Sunnah dimasukkan dari arah kaki jenazah
(dari arah selatan / kaki kubur).[1][1] Jika
kesulitan, boleh dari arah mana saja.
4. Ketiga orang petugas menerima
jenazah dan menurunkannya ke dasar liang sambil membaca ”بِسْمِ اللَّهِ وَ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ
اللَّهِ”. Jenazah terus dibaringkan
pada lambung kanannya, dengan posisi miring menghadap ke arah kiblat dan
ditempelkan ke dinding kubur.
5. Tali-tali kafan yang ada dilepas, kemudian kain yang menutupi
bagian pipi kanan jenazah disingkap dan pipi kanan jenazah ditempelkan ke
tanah.
6. Di bagian belakang badan jenazah, mulai dari kepala kepala,
pundak, punggung, sampai kaki sunnah disangga (diganjel, bhs. Jawa)
dengan beberapa butir bantal tanah (gelu, bhs Jawa) berjumlah ganjil (3,
5 atau 7 butir), agar jenazah tetap dalam posisi miring menghadap ke kiblat dan
tidak roboh / telentang.
Masing-masing Gelu
atau bantalan tanah tersebut sebaiknya terlebih dahulu dibacakan surat
Al-Qodar sekali atau 7 kali, kemudian baru dipakai untuk mengganjal. Hikmah
pembacaan ini adalah agar mayit tidak disiksa atau akan diperingan siksanya dalam kubur.[2][2]
7. Sebelum
ditutup papan dan diuruk dengan tanah, sebagian ulama’ mensunnahkan untuk
membacakan adzan dan iqomah. Kesunnahan ini diqiyaskan (disamakan) pada adzan
dan iqomah sewaktu anak baru lahir.[3][3]
8. Liang kubur ditutup dengan papan kayu atau penutup lainnya, agar
tubuhnya tidak langsung tertimbun tanah. Setelah itu baru diuruk tanah sampai
permukaan tanah dan sebaiknya ditinggikan lagi kira-kira sejengkal.[4][4]
Pada saat pengurukan
ini, orang-orang yang ada di pinggir liang kubur disunnahkan mengambil tanah
dengan kedua tangannya sebanyak 3 genggam.
Genggaman pertama
dibacakan : ”مِنْـهَا خَلَقْـنَاكُمْ. أَللَّهُـمَّ لَقِّنْهُ عِنْدَ الْمَسأَلَةِ
حُجَّـتَهُ” (Dari tanah ini, Kami
menciptakan kalian. Ya Alloh, tuntunlah jawaban untuk dia sewaktu dia ditanya”, lalu dilemparkan
kedalam liang.
Genggaman kedua
dibacakan : ”وَفِيْـهَا نُعِيْدُكُمْ. أَللَّهُـمَّ افْتَحْ أَبْوَابَ السَّمَاءِ
لِرُوْحِهِ ” (Didalam tanah ini Kami mengembalikan kalian. Ya Alloh, bukalah pintu-pintu langit untuk
ruhnya”, lalu dilemparkan kedalam liang.
Genggaman ketiga
dibacakan : ”وَ مِنْـهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى
. أَللَّهُـمَّ جَافِ الْأَرْضَ عَنْ
جَنْبَيْهِ” (Dan dari tanah ini,
Kami akan membangkitkan kalian, pada kesempatan yang lain. Ya Alloh,
bentangkanlah bumi untuk kedua sisi badannya)”, lalu dilemparkan
kedalam liang.
---------------------------------------------------
Sumber
: Buku “Tatacara
NU Merawat Jenazah”, oleh
Tim Penyusun PCNU Kota Surabaya, diterbitkan oleh PC.LTNNU Kota Surabaya, cet.1
- 2011.
أَنَّهُ أَدْخَلَ مَيْتًا مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْهِ الْقَبْرَ وَ قَالَ
هَـذَا مِنَ السُّنَّةِ (رواه أبو داود
و البيـهقي)
“Bahwa ia memasukkan mayat kedalam kubur dari arah kedua
kakinya, dan katanya : Ini adalah sunnah”. (HR Abu Dawud, dan Al-Baihaqi)
0 komentar:
Post a Comment