Home » » TASAWUF JALAN KOSMOPOLIT

TASAWUF JALAN KOSMOPOLIT

Written By Shalawat tibbil qulub on Wednesday 10 December 2014 | 04:06

            Untuk memahami landasan dari etika religius syekh yusuf amatlah pentig untuk mengetaui beberapa konsep kunci dalam karya kryanya. Dibawah ini akan di uraikan empat konsep kunci untuk mmemmahami karya-karya syekh yusuf dalam kaitannya dengan etika religius islam. Adapun empat dalam praktek sufisme alalah syariat, tarekat,hakekat,ma’rifat Masing Masing tingkatan di topangoleh tahapsebelumnya. Pertama syariat , merupakan fondasi dasar dari tiga tingkatan brikutnya. Syariat terdiiri  dari ajaran-ajaran islam, dan pada maknanya  yang paling dasar, syariat etika dan moralitas yang bisa di temukan pada semua agama. Syari’at menyediakan tuntutan bagi kita untuk hidup dengan sebaik-baiknnya didunia ini. Mencoba mengikuti tanpa menikuti syariat seperti membangun rumah tanpa pondasi. Tanpa hidup yang tertata dan dibangun atas prinsip-prinsip moral dan etika, maka berarti mistisime tidak dapat berkembang. Dalam bahasa arab, sya’riat berarti  jalan. syari’at adalah jaln terang dan jalan bagus yang dapat di ikuti oleh setiap orang(fadiman and franger ed 2007))
1). Syariat
            Syari’at adlah tahapan di mana gagasan gagasan tentang tuhan berkesan pada umat manusia  sebagai wibawa yang merujuk pada rsa tunduk pada tuhan. Ini adalah laku pada kesadaran bukan wujud ketakutan sebaimana sebagaimana yanf sering di perkiran orng (khan 2011;60-61). Seperti seseorang melakukan do’anya, menyembahnya, memikirkaNya, memilih sosok dan pilihan serta suatu jenis hubungan yng di bangun di antaranya dengan Tuhan. Sehingga ketika mengalami depresi atau kesusahan dan kesedihan serta  tidak berdaya seseorang akan kembali pada aturan-aturan dasar agamanya.
            Tahapan syari’at adalah tahapan dimana seseoran g berpikir tentng apa-apa yang bisa menyenengkannya mengecewakkannya. Dia mempeelajari agama dari orang tuanya bahawa suatu perbuatan baik akan membahagiakannya dan kesombongan akan mengecewakanya. Demikaian dia akan mempelajari segla hal denga mudahnya. Gancaran baik dan hukuman akan dapat dilihat dari keseharian. Seseorang tidak perlu menunggu saat di surga atau di neraka, karena setiap hari adalah surga atau neraka apabia menyadari bahwa segala sesuat memiliki reaksii , ada timbal balik dari segala perbuatan yang di lakukan seseorang. (khan 2001 :63). Jelasnya yng dimaksud dengan tahapan syariat adalah bahwa kaum sufi tetap melaksanakan kewajiban-kewajiban hukum yang biasa di kenal istilah fiqh islam. Jadi memahami syar’at dalam konteks ini adalah bahwa kaum sufi tetap terikat pada hukum-hukum yang di  seepakati oleh kaum fuqaha meskipun mereka tlah sampai derjat ma,rifat.
            Tasawuf adalah pilihan yang tak dapat di twar-tawar, sebab ia di dasarkan padda keyakinan-keyakinan bukan pada pandapat. Ia menmikul kewajiban nya untuk tidak dapat di ganggu gugat karena mistisme sering disebut satu-satunya gudang kebenaran dalam pengertian ynag sesungguhnya terutam yang menyangkut yang maha mutlak yng maha agung dan abadi (lings, 2004).
            Tsawwuf memiliki hak segaligus kewajiban  untuk tidk dapat di tawar-tawar, bukan hanya secara obyektif dengan menyatakan bahwa segala sesuatu yang pertama dari semua hal tersebut diatas. Sementara pengetahuan hanya menyelamatkan kita pada saat ia merupakan suatu cara untuk melakukan trnsformasi atau mengubah watak kita, sebagaimana bajak membolak balik tanah.
            Aspek eksklusivitas dai tasawuf ini hanya mengidentifikasi pada orang-orang yang memenuhi kualfikasi untuk menjadi penempuh jalan Tuhan atau salik dalam pengertiannya yang utuh. Akan tetapi secsra periodik, aspek eksklusivitas ini kadang-kadang merupakan sarana keterbukaan. Sebagian kaum agnostik dan ateis di mmuka di muka bumi ini menjadi demikian karena alasan-alasan yang tidak dapat di niai slah sama sekali. Ateisme maupun agnotisisme dapat merupakan pemberontakan seorang mistik sejati yang menentang pembatasaan-pembatasan eksoterisme. Sebab, dalam diri seseorang tak mustahil terdapat sift seperti initetapi tiiodak berkembang. Adapun unuk kualifikasi-kualifikasi dalam tasawuf lebih memungkinkan di capai oleh naluri dan nurani manusia sebagai mahluk yang di beri kesadaran untuk kembali pada sang pencipta suat saat kelak.
            Tsawuf merupakan sarana illahi untuk pencapaian dan keberhasilan dri manusia sendri dalam usahanya memahami realitas diri dan sang pencipta. Jiwa esensial secara sadar adalah cara untuk menjalankan dengan kontak dengan melalui dzikir yang merupakan bagian dari tarikat seperti di jelaskan di atas. Dzikir ini berfungsi uuntuk menghubungkan manusia dengan tuhan serta meneguhkan tujuan dalam diri (syah 2004 : 225-226). Amatlah untuk melakukan dzikir dengan tenang dalam hati tanpa perlu memakai tasbih misalnya. Langkah pertama adalah dengan menjaga komunikasi dengan tuhan. Dalam konteks ini jiwa esensial tersebut akan terhubung dengan pengulangan dzikir dan pengakuan atas kualitas-kualitas dzikir dan tujuannya. Artinya jiwa esensial akan dapat merasakan pengaruh dari huubungan yang di lakukan seseorang dengan dzikr yang ikhlas dan benar.
            Dalam hal ini, berkena denga perlunya me;lakukan dzikar dengan berdasarkan syari’at,yaitu tetap menjaga tauhid dri sgala sesuat yang dapat membuat syirik syekh yusuf menjelaskan dalam karyanya al-barakat al-saynaliyyah dengan panjang lbar sebagi berikut:
Berkata orang arif dalam bidang soal dzikir itu terdiri dari tiga macam:
1.      Dzikr al nafi wa ithbat dan itu ucapan la ilaha illallah
2.      Dzikir mujarrad wal jalala dan itu ucapan Allah Allah
3.      Dzikr al ishara wal Anfas dan itu dzikir  hu, Hu
Dzikir yang pertama di sebut dzikir lisan dan yang kedua disebut dzikir qalb dan yang ketiga itu dzikir sirr. Dzikir pertama makana lisan , yang kedua disebut mmakanan hati dan yang ketiga di sebut makanan rahasia . Ada yang mengatakan la ilaha illallah itu hidupnya hati, allah, Allah itu hidupnya ruh dan Hu, Hu hidupnya rahasia (yusuf, dalam tudjimah 1997: 22).
            Dzikir yang di maksud diatas pada hakekatnya merupakan buah keimmanan dalam islam. Yang dimaksud dengaan dzikir petama nafi wa ithbat adalah keyakinan teguh mengetahui allah sebagai tuhan yang patut di sembahdan tempat bergantung. Pada dzikir pertama disebut penatapan adalah untuk menekankan bahwa pentingnya pengetahuan bahwa Allah yang menjadi tuhan seru sekalian alam . sementara penolakan terhadap tuhan-tuhan kecil  yang lain menunjukkan pandangan dasar filosofi tauhid bahwa kebenaran hanya mengetahui Tuhan yang satu.
            Sementara dalam dzikir yang kedua, penekanannya hanya menyebut nama Tuhan yaitu Allah, karena tahapan dzikir ini lebih tinggi dri dzikr tadi, yaitu menghujamkan keyakinan bahawa hanya Allahlah kebenaran yang satu. Hal ini merupakan pelatihan  untuk pendekatan diri pada yang maha Mutlak dalam konsepsi ontologis tentang Tuhan dan manusia muslim dalam pandangan syekh yusuf.
            Sedangkan yang ketiga dzikir yang menghujam dalam dada dan hidup dalam keyakinan seorang muslim tentang ontologisme Tuhan dan hubungannya dengan hamba. Dengan demikian pengucapan nya menjadi lebih ringkas karena perujuk pada Dia, yang dalam bahasa arab di sebut Huwa, Tidak lagi menyebut nama. Hal ini karena kedekatan hati dan konsep merupakan konsep yang cukup  dapat menjadi  rahasia. Oleh karena itulah di sebut rahasia hati.
            Lebih lanjut syekh yusuf menerangkan:
            Dzikir pertama artinya tidak ada yang di sembah kecualii Allah, pada  permulaan dan pertengahannya tidak ada yang di cari, di sembah kecuali Allah. Pada akhirnya tidak ada yang maujud pada hakekatnya kecuali Allah. Ornang-orang yang dzikir pertama disebut ahl al Bidaya al-awam, yang kedua disebut ahl al khawas dan dzikir yang ketiga di sebut ahl khas al khawas.
            Tentu ada yang berkata, bagaimana mengingkari adanya alat ini, sedangkan kami melihat dengan kepala sendiri bahwa alam itu ada tanpa ragu-ragu. Jawabannya adalah dalam istilah ahli ketuhanan wujud yang benar itu hanya yang berdiri sendiri  sedang yang pana itu wujudnya hanya khayal  dan tidak sebenarnya, al-salik itu harus dzikir(yusuf dalam tujina, 1997: 22).
            Selanjutnya tulisan syekh yusuf di atas membagi tiga tingkat dan golongan orang yang melakukan dzikir tersebut. Artinya syekh yusuf menerangkan tentag tingkatan-tingkatan dan tahapan-tahapannya. Daru tulisan tersbut, syekh yusuf menerangkan tentang tingkatan dasar menengah dan tinggi dari orang-orang yang melaksanakan dzikir tersebut.
            Syekh yusuf menulis dan mengutip al-qura’an  : ingatlah kepadaku, aku akan ingat kepadamu. Dzikir yang paling afdal itu adalah kalimat La Ilaha Illallah, dengan menunjuk hadits yang berbunyi esbagai berikut: ummul mukminin telah berkata, Rasulullah saw. Mengingat Tuhan dari segala keadaan. Wahai murid mengertilah engkau ucapan nabi, dan syahadat itu ada dua macam: al-syahadat al mukhtassah dan 2. As syahadat Al Mutlaqa. Yang pertama yaitu kalimat Asyhadadh  alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammada rasulullah. Yang kedua adlah kalimat asyhadu an laa illaha illallah wahdahu la syarikalahu wa asyahadu anna muhammadan warusuluh. Selain Allah itu disebut alam, juga di sebut isim al wujud  dan isim al adam. Di sebut Ma’dum karena tidak ada wujudnya meskipun kita melihat wujud, tetapi ia tidak berdiri sendiri (Yusuf dalam tudjimah 1997n:23).
            Dalam tulisan ini syekh yusuf menekankan pentingnya pengakuan akan kebenaran Tauhid yaitu ontologi dan epistomologi tentag Tuhan, alam semesta, manusia dan pengetahuan yang di anggapp benar dalam islam. Dalam tulisan di atas, jelas bahwa syekh yusuf  merujuk pada pentingnya pengetahuan yang benar tentang Tuhan dan nabi serta ajaran islam yaitu syahadat atau penyaksian bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Dan Nabi Muhammad itu utusan Allahyang mengajarkan hakekat kebenaran diri.
            Selanjutnya orang yang berdzikir  itu dengan kalimat la ilaha illallah ada empat macam:
1.       Yang mengucapkan kalimat tersebut dengan lisan dan hati tetapi tidak percaya disebut munafik.
2.      Mengucapkan dengan lisan dan hati dengan artinya di sebut mukmin umum
3.      Diucapkan dan sampai pada rasa dan akibatnya disebut orang khusus
4.      Siapa yang mengucapkan dan ia fana dari segal sesuatu selain Allah dan hanya melihat Allah disebut khas al khas(y:23).
Sedangkan waktu dzikir ada tiga mukhashafa:
1.      Mukhashafa hati dari dzikir :la ilaha illallah
2.      Mukhashafa ruh dari dzikr:Alla Allah
3.      Mukhashafa sir dri  dzikir::Hu, Hu
 Khsiat dzikir pertama condongnya ruh kepada hak Taala. Khsiat dzikir pertama condongnya hati kepada hak Taala. Khsiat dzikir pertama condongnya sirr kepada hak Taala. Ya Tuhan kami terngilah hati kami dengan dzikir la illaha illallah dan muliakanlah ruh kami dengan dzikir pada Allah, dan bukakanlah kami rhasianya dengan dzikir hu, Hu(y:23).
Dalam tulisn di atas, syekh yusuf ingin menekankan pentingnya ke ikhlasan dalam melaksankan dzikir kepada llah serta membagi orang islam yang berdzikir itu dengan sebutan-sebutan yang sesuai dengan tingkat pengetahuanmereka dalam menjalankan kebenaran
Beberapa ahli fana berkata: siapa yang tidak merasa tidak tahu rahasia Tuhan yang di berikan kepada hambaNya di antara orang yang sempurna. Dikatakan: membukan rahasia tuhan itu kafir,hal itu tidak di ketahui kecuali Allah, man kana huwa nahnu huwa’’.  Erkata di antra mereka yang besar: siapa yang berdiri pada tempat (sembhyangnya), puasanya dan merasakan makananya dan mengeti perkataannya, maka ke tahuilah ia’’ (y:1997:23-24)
Dalam karnya yang lain, bidayat al mubtadi Syekh yusuf menerangkan tentang pentingnya pemahaman yang benar tentang syar’at yaitu pemahaman tentang hakekat Tuhan dan kewajiban muslim mengetahuinya untuk selanjutnya mencapai hekekat dan makrifat.SY menerangkan
            Sesungguhnya tuhan itu “laisa ka mislihi” Allah itu satu, tidak ada teman dalam dzatnya dan sifatNya af’alNya. Tuhan berada dari semua yang dihayalkan dan dengan pikiran. Semua  kepercayaan itu kembali kepada surah al-ikhlas. Adaapun tawajjuh kepada Allah supaya menghadap dengan hti seluruhnya kepada Allah dalam segala keadaan dan waktu. Tidak ada suatu pikiran kecuali Allah. Allah maha melihat kepadanya dalam segala hal dan Tuhan mengajarkan hakekat makrifah semuanya dan bagiannya. Tidak ada hijab antara Tuhan dan hambanya karenaa mengucapkan la ilaha illallah dengan melupakan semua ciptaaNya pada waktu zikir.(y:26-27).
            Dalam karya lain tentag keutamaan melakukan dzikir dalamproses menjalanni syariat Syekh yusuf mengatakan dalam kitb al-amr fi fadilat al-Dzikir(hadia tentang kemuliaan dzikir). Mengatkan
            Ketahuilah wahai tlib, yang ingin kepada kebikan, yang mencari berkah. Seorng seorang hamba yang salik yang dzikir harus mencari dzikir yang paling mulia, yitu dzikir la iilia illallah, karena sabda nabi saw: “yang kuucapkan dan di uca[ppkan oleh nabi-nabi sebelumku yang paling mulia ialah la ilaha illallah(y:99)
            Sabda nabi: jika Allah menginginksn hambanya baik, ia memberi ilham untuk dzikir kepadanya dengan firmanNya: ingatlah kepada Allah banyak-banyak(y:1997:99-100).
            Paragraf  di atas pada hakekatnya hanya menerangkan tehnik-tehnik yng di lakukan oleh salik atau orang-orang yang menuju Allah. Orang-orng yangg berusaha menanamkan kesadaran penuh akan kebenaran Tuhan dalam hatinya dan berusaha untuk mencapai pengathuan tentang hakekat hubungan tuhan dengan manusia. Adalah menarik bahwa pengulangan pembahasan menjadi ciri utama dalam tulisan Syekh Yusuf. Pengulangan ini, baik secara kajian konsep-konsep ontologis dan epistomologs tentang Tuhan, alam semesta maupun manusia atau juga  atau tentang tehnik-tehik bagaimana seorang hamba mendapat kedekatan Tuhan sebagaimana terdapat dalam tulisan Syekh Yusuf tentang dzikir, dzikir bagi syekh yusuf merupakan gerbang utama ontologi dan epistomologi tentang hubungan tuhan dan seorang muslim, karrena dalam dzikir yang di kemukakan Syekh Yusuf termasuk juga bagian penting dari tauhin laa ilaha illallah.
            Berdzikir memiliki etika-etika tertentu baik sebelum, ketika ataupun sesudah pelaksanaannya yaitu etika-etika yang bersifat lahiriah dan batiniah.adapun etikanya sebelum melaksanakan dzikir,sebaiknya sang salik atau peniti jalan menuju Tuhan terlebih dahulu.
            Bertakwalah kepada Alllah, taatilah Dia, milikilah kesucian hati, kendalian diri, kebiasaan memberikan hal-hal yang bermanfaat, jauhkanlah penderitaan dan kemiskinan, jagalahkesucian ruhani, bergaullah dengan sesamamu , nasehatilah kaum muda dengan kebaikan, jauhilah permusuhhan dengan sahabat dan  bertolong-tolonglah dalam agama dan dunia. Hakekat kefakiran adalah ketika engkau ntidak membutuhkan mahluk ciptaan Tuhan yang lainnya kecuali Tuhan itu sendiri. Karena sipa pun yang memilih jaan tasawuf haruslah mengetahui bahwa tasawuf tidaklah da ambil dari desas-desus kata, melainkan dengan kelaparan dan penentangan pada nafsu yang buruk serta penentangan pada hal-hal yang baik dan di sukai dari kenikmatan dunia ini sebagai sarana pelatihan. Kefakiran itu fdi mulai dengan ilmu pengetahuan sementara tasawuf di mulai dari kelembutan jiwa. Jika ilmu dpat menganggap buas kefakiran, maka kelembutan akan membuat kefakiran itu menjadi jinak. Oleh karena itu jalan tasawuf ditempuh dengan delapan cara. Adapun cara-cara tersebut adalahh sebagai berikut:
1.Kemurahan nabi  Ibrahim
2. Ridha nabi Ishaq
3. Kesabaran  nabi Ayyub
4. Isyarat nabi Zakariyah
5.Kesepian nabi Yahya
6. Busana bulu domba nabi Musa
7.Langlang buana nabi Isa
8. Kefakiran nabi Muhammad SAW  (jailani,2006:252-253)
             Keseluruhan cara ini mengacu kepada empat tahapan yang telah disebutkan di atas. Adapun hubungannya dengan pentingnya etika dalam melaksanakan syar’iat agar mencapai hakekat adalah bergaul dengan orang-orang yang kaya  dengan cara memulaikan mereka, dan bewrgaull dengan orang-orang fakir  dengan cara berendah hati dan ikhlas. Dalam hal-hal sebab akibat jnganlah mmengatakan dengan Allah. Bersikaplah menerima dalam setiap  dalam setiap kondisii dan janganlah membuang rasa cinta yang merupakan hak saudaramu sebagai pilar utama hubungan ddengan saudaramu (jailani, 2006:245).
            Dzikir memiliki adab-adab tertentu baik sebelum atau sesudah atau ketika pelaksanaannya yaitu etika bersifat lahiriyah dan bhatiniah. Adapun etikanya adalah, sebaiknya sebelum melaksnakan dzikir , sang salik telebih dahulu bertaubat dan memperbaiki jiwanya denkgan latihan-latihan rohani, melembutkan hati, dengan menjuhkan dan merenggangkan dengan segala sesuatu yang  terkait dengan makhluk. Berusaha memutuskan segala penghalang, memahami ilmu-ilmu agama yang bersifat wajib, serta memiliki dzikir yang sesuai keadaannya. Setelah itu barulah ia memulai dzikir dengan tekun dan terus mmenerius(Iskandari 2006:62)
            Diantara wtikanya adalah, hendaklah memakai pakaian yang halal, suci dan wangi. Kesucian batin dapat terwujud dengan makan makanan yang bersal dari hasil yang halall. Dzikir pada hakekatnya dapat melenyapkan dosa dari bagian-bagian tubuh yang mungkin tumbuh dari makanan yang haram. Jika batinnya sudah kosong dari sesuatu yang haram atau yang syubhat , maka dzikir tersebut akan berfungsi untuk menerangi kalbu atau hatinya (iskandari 2006:63).
            Selanjutnya adalah niat yang ikhlas hanya untuk Allah. Ketika seorang salik membaca la ilaha illillah,  kalbunya hauslah bersih dari sifat-sifat buruk dan hanya tertuju untuk mendapatkan ridha dari Allah. Jika masih terdapat sifat-sifat buruk dalam hatinya, maka ia harus segera berusaha untuk melenyapkan sifat-sifat buruk ttersebut. Jikaketika berdzikir kalbunya atau hatinya masih menoleh selain kepada Allah. Maka berarti ia telahg memposisikan sesuat selain Allah sebagai Tuhan bagi diirinya dan ini merupakan etika yang buruk(Iskandari, 2006:62-68).
            Berdzikir dengan membaca al asma al husna atau nama-nama Allah yang Agung, merupakan obat bagi beberapa penyakit kalbu sekaligus sarana bagi para salik untuk mendekatkan diri kepada Allah, Zat Yang Maha mengetahui seluruh yang ghaib. Tentu sja obat itu akn bermanfaat untuk di gunakan ketika penyakit tersebut memang ada (iskandari: 2006:77). Oleh karena itu semangat yang dapat di angkat dari pembahasan etika syekh Yusuf melalui dzikr adalah bahwa etika setidaknya meliputi tiga aspek :
1.      Etika dalam kaitannya dengan pencarian kebahagiaan
2.      Etika dalam kaitannya dengan rasionalitas dan ilmu
3.      Etika sebagai pengobatan rohani
Lebih lanjut dalam pelaksanaan syariat untuk mencapai makrifat, adalah dengan bersahabat dengan orang-orang fakir melalui sikaf tawadhu, akhlak yang baik atau etika yang baik serta sikap dermawan. Selanjutnya adalah mematikan hawa nafsu sehingga hawa nafsu itu hidup kembali tapi telah dapat di kendalikan. Karena sesungguhnya makhluk yang paling dekat dengan Allah adalah yang paling baik akhlaknya. Sebaik- baik perbuatan adalah menjaga hati agar tidak berpaling kepada selain Allah (Jailani 2006:254)
2. Tarekat
Tarekat mengacu pada praktek atau prilakulaku sufisme. Secara literal tarekat berarti jalan menuju jalan grun pasir di mana seorang baduimenempuhnya untuk pergi dari suat Oase Oase yang lain. Jalan ini tidak selalu terang sepewrti jalan raya, jalan ini bukanlah jalan yang biasa dilihat dengan kasat mata. Untukmdenemukan jalan di gurun seseorang perlu mengetahui dengan jelas atau perlu dengan panduanseseoarang yang mengetahui tujuan dan akrab dengan hal-hal yang adda di lokasi, syar’iat hanya mengacu pada aspek lahiriah sedangkan tarekat mengacu pada bati laku sufisme. Pemandu yang  di buthkan adalah seorang Syekh atau guru sufi yang dapat menunjukkan seseorang untuk mencapai Tuhan.
Syari’at membuat kehidupan sehari-hari menjadi bersih dan menarik hakekat di rancang untuk membentuk batin menjadi bersih dan murni. Masing-masing syari’at dan hakeat saling melengkapi dan mendukung (fadiman and franger2007xlii0). Jadi yang di maksud dengan tarekat adlah cara. Tarekat sebagai suatu institusi atau organisasi muncul mulai abad ke 9. Pada masa-masaawal tasawuf, kaum sufi terkenal melakukan hidup zuhud dan berkumpul dalam suatu iikatan persaudaraan yang tidak terorganisasi tetapi mereka rutin mengadakan pertemuan  dalam suatu tempat yang biasa di sebut ribat.  Kemunjulan tarekat pada hakekatnya merupkan suatu ijtihad agar konsep kebersamaan dalam menuju Tuhan lebih terarah dan lebih terorganisasi dengan baik. Oleh karena itu lah Syekh Tasawuf yang berafiliasi pada tarekat mengharuskan seorang yang sedang menuju Allah untuk mengikuti jalan tarekat dan memiliki Syekh atau mursyid.
Dalam hal pentingnya seorang yang mengikuti jalan tarekat menuju Allah, Syekh Yusuf menerangkan dalam karyanya al-nafat a sailaniyya (hembusan di ceylon) sebagai berikut:
...Waji ataskamu,jika kamu seorang salik yang benar dan mukhlis dalam perjalananmu kepada Allah, untuk mencari Syekh yang saleh dan arif yang menunjukkan kekuranganmu dan memberi tahu obatnya, meskipun engkau harus ketempat-tempat yng jauh dan meninggalkan keluarga dan negara. Sesungguhnya orang-orang sesudah nabi tidak terpelihara dari maksiat dan dosa. Ini bukan syaratnya Syekh atau orang arif. Sabda nabi saw: siapa yang terpelihara dari dosa sesudah aku maka ia bukan umatku, ketahuilah itu (Yusuf dalam tudjima 1997:41-42, naskah arab bundel A. 101) 
Sehubungan dengan hal di  atas, syekh yusuf, menekankankan pentingnya seorang yang mencari jalan menuju Allah untuk memiliki guru atau mursid yang membimbingnya agar tidak tersesat dari jalan kebenaran. Dengan demikian perlu bagi seorang  hamba untuk mengikuti jalan tarekat yang mendapat bimbingan dari seorang mursid  atau Syekh yang mengetahui kebenaran. Keterangan yang lain misalnya
...dalam bertarikat kamu harus juga mempersatukan syariat dan hakekat, karena sabda Nabi: Aku di  utus membawa syariat  dan hakikat. Nabi-nabi tidak di utus untuk membawa syariat saja. Sabda nabi pula: Syariat itu kata-kataku, Trekat itu halku dan hakikat itu hatiku. Seperti di katakan bahwa syekh al iman abu yasid al bustami mengatakan: tiap-tiap syariat tanpa hakekat itu batil dan  semua hakekat tanpa syareat itu kurang sempurna ( yusuf 97:42).
 Siapa berilmu tapi tidak bertasawuf itu fasik, siapa yang bertasawuf tidak berfiqih itu zindiq. Siapa yang berfiqih dan bertasawuf ia berhakikat. Diantara mereka ada yang n\berkata; seorang  salk pada lahirnya memegang teguh syariat danbatinnya terikat pada hakekat. Dikatakan bahwa jalan dan suluk yang terpuji itu ada yang lahir dan ada yang batin, lahirnya disebut syariat, batinnya disebut hakikat (y 97:43).
Dalam hal ini syekh yusuf menekankan pentingnya pengetahuan yang benar yang bersumber dari syariat, yaitu ajaran-ajaran islam. Dari pemahaman yang benar tentang syariat inilah maka seseorang  akan mencapai hakekat kebenaran. Seseorang akn mengetahui dan memahami ontologi hubungan Tuhan dengan hamba beerdasarkan epistomologi yang benar yaitu syariat.
Selanjutnya , ketika menerangkan banyaknya jalan (tarekat) dalam menuju pada Allah Syekh yusuf berkata, jalan kepada Allah itu banyak, sama banyaknya dengan jiwa makhluk. Adapun jalan yang paling dekat ada tiga bagian :
1.      Jalan al akhyar, yaitu dengan memperbanyak sembahyang, puasa, membaca al-qur’an, hadits, jihad dan lain-lain dari amal lahiriah. Salik yang sampai pada Allah dengan jalan ini sedikitb dari yang sedikit, ketahuilah itu.
2.      Jalan ashab al mujahadat al shaqa dengan latihan berat untuk menggati akhlak yang buruk, membersihkanjiwa dan mensucikan hati. Yang sampai pada jalan ini lebih banyak dari yang pertama. Yang pertama dilihat hanya amal lahir tanpa amal yang batin. Yang kedua lebih memperhatikan batin daripada lahirnya.
3.      Jalan ahli dzikir, yang cinta kepada Allah lahir dan batin. Yang sampai ahli bidaya, lebih banyak ahli nihaya. Mereka ini memperhatikan amall lahir dan batin semuanya (Y:97:58-59).
Adapun pokok-pokok dari jalan ini, mennurut syekh yusuf terdiridari sepuluh macam sebagai berikut:
1.      Tobat kepada Allah dari segala dosa lahir dan batin
2.      Zuhud di dunia
3.       Tawakkal kepada Allah
4.      Puas dengan apa yang di berikan Allah kepadanya
5.      Menjauhkan diri dari  makhluk dengan tidak condong hatinya
6.       Benar-benar tawajjuh pada Allah
7.      Sabar menghadapi malapetaka
8.      Rela pada qadha dan qadar, dan menyerahkan semua perkara kepadaNya
9.      Terus-menerus dzikir lahir dan batin kepada Allah dan tidak alpa
10.  Benar-benar dekat kepada Allah seperti bunyi hadis: Sembahlah Allah seperti engkau melihat dia . jika engkau tidak melihat Dia sesungguhnya Dia melihat engkauu. Ketauhilah itu semua (y:97:43).
Selanjutnya dalam karya lain , Sirr al-Asrar(rahasia dari segala rahasia) syekh yusuf menjelaskan tewntang hal ini juga dengan mengatakan :
Seseorang salik itu harus mengetahui, bahwa Allah itu bersama ia dimanapun ia berada karena Dia berfirman : Wahuwa ma’akum ainama kuntum (Dan Dia bersamamu dimanapun kau berada) Sabda Nabi: iman yang terbaik baik seorang hamba yaitu, supaya ia mengetahui bahwa Allah bersama dia, di mana ia berada. Berkata syekh yusuf, bagaimana Tuhan dapat bersama kita, bagaimana  gambaran maiyyah itu sedang Allah itu laisa kamitslihi syai’(y 97:68).
...wajib seorang salik un tuk mengetahui bahwa apa ia dengar dari mcam-macam suara itu suara tasbih kepada Allah  karena tiap-tiap barang bertasbih kepada Allah (y97:68 bundel 101)
pandangan –pandangan syekh yusuf  di atas adalah rincian tentang teknik-teknik seorang hamba dalam menjalankan laku tarekat yaitu teknik-teknik yang berkenaan dengan pembersihan diri maupun lahir maupun batin sebelum meencapai hakekat kebenaran. Dengan demikian , dakam pandangan syekh yusuf , pelaksanaan syari’at secara lahir atau biasa disebut hukum fikih harus pulah selaras dengan pembersihan hati dari keburukan-keburukan  yang biasa disebut fiqih batin atau tasawuf. Denganmelaksakan lahir dan batin secara konsisten dan terus menerus, diharapkan bahwa seorang hamba yang berusaha mencapai hakekat kebenaran Tuhan,akan mencapai tingkat makrifat atau pengetahuan yang hakiki tentang Tuhan dan hubungan dengan keberadaan dirinya di dunia serta tugas dan tujuan hidupnya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Secara falsafati kta dapat mengatakan bahwa syekh yusuf dalam karyanya tersebut mmembahas tentang ontologi  dan epistomologi Tuhan, alam dan manusia. Dalam hal-hal yang perlu di perhatikan oleh seorang salik  yang sedang menempuh jalan tarekat untuk sampai kkepada Tuha, syekh yusuf  dalam tuhfat al-abrar li ahli al ashrar(hadiah oorang-orang  taat kepada Ahli Asrar) mengatakan:
...ia harus baik etika atau akhlaknya terhadap semua makhluk karena nabi bersabda: Aku di utus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Tasawuf itu akhlak yang baik. Diantara mereka, ada yang berkata tasawuf yang pertama itu bertujuan satu yaitu menuju Allah dan tasawufselanjutnya adalah berakhlak dengan akhlak Allah. Sabda Nabi saw.:Allah mempunyai akhlak yang banyak. Siapa yang berakhlak dengan satuu diantaranya akan masuk surga. Ia juga harus memiliki sangkaan  baik terhadap Allah dan semua manusia karena firman Allah : Allah tidak memberikan maaf terhadap orang yang memberi teman kepadaNya(menyekutukaNNya) dan memaafkan selain dari itu, siapa yang dikehendaki(y:97:101)
Pandangan syekh yusuf di katakan di atas , menerangkan tentang pentingnya etika dalam tindakan untuk mencapai kebenaran. Etika-etika ini amat ditekankan oleh syekh yusuf sebagai bagian dari syarat untuk kesuksesan menuju kebenaran yang hakiki. Dalam kaitan ini, keinginan untuk menambah pengetahuan dan memiliki etika yang baik pada kaum intelektual atau yang dalam islam lebih dikenal dengan sebutan ulama menjadi amat penting untuk dimilik seorang muslim. Tarekat adalah tahap dimana seseorang menemukan apa yang menjadi inti persoalan apa ya yang benar-benar salah dan apa yang benar betul. Bagaimana kebohongan di sembunyikan dibalik apa yang orang-orang katakan dan benar dan kebenaran disembunyikan dibalik apa yang orang katakan salah (khan 2001:63)
Dalam  kaitannya dengan masalah ini, pikiran adalah suatu hal  dan gagasan adalah hal lain. Akan tetapi pada saat yang sama pemikiran adlah gagasan. Pikiran telah menciptakan gagasan dan bahkan gagasan bukanlah hal yang lain. Gagasan bahan dari yang lainpikiran itu sendiri, namun, pikiran sebagai pemberitahuan suatu gagasan artau pencipta gagasan tidak muncul , pikiran berada disana, maka disitulah terletak kesadaran akan adanya Tuhan yang menggerakkan pikiran. Dialah menciptakan segala gerak, sebagaimana Dia menciptakan  pikiran dan gagasan, Dia pula yang suatu waktu menghilangkangagasan tersebut dan memunculkannya. Dari tahapan latihan dalam tarekat ini, seseorang akan melatih diri untuk benar-benar memami kehendak Tuhan dalam kehidupan sehar-hari melalui kontmplasi, dzikir dan latihan-latihan untuk menjernihkan jiwa dan pikiran  yang terwujud dalam perbuatan sehari-hari.
Adapun dalam tahapan tarekat ini, beberapa cara yang dianjurkan oleh guru-guru sufi adalah misalnya, saling menasehati dengan kebenaran  dan kesabaran. Cukuplah bagi seseorang untuk melakukan dua hal saja di dunia ini yaitu bersahabat dengan orang fakir adalah dan melayani wali Allah. Adapun orng fakir adalah dia yang tidak membutuhkan selainn Allah. Ketergantungan seorang hamba pada orang yang berada di atasnya adalah kesombongan dan ketergantungannya lepada yang setara adalah akhlak yang buruk. Oleh karena itulah kefakiran dan tasawuf itu berat maka janganlah mencampuradukkan keduanya meskipun sedikit (jailani 2006;225).
Hal selanjutnya yang harus dilakukan senantiasa berdzikir kepada Allah sebab dzikir itu membawa kebaikan. Berpegang teguh kepada tali Allah adalah juga merupakan hal yang sangat utama dan penting ,sebab hal itu akan menjauhkan segala  kemudratan dan bersiap-siap menghadapi takdir yang akan di tentukan Allah , karena takdir pasti  akan terjadi. Dengan bekal ke ikhlasan menerima takdir Allah, maka keadaan ini akan memberi mamfaat bagi hamba sendiri  (jailani 2006:265)
Hal penting yang patut di camkan oleh siapapun yang menempuh jalan tasawuf ini melalui tahapan syariat  lalu tarekat adalah bahwa  sang pencipta akan menanyakan segal gerak dan tindakan yang dilakukan seseorang . oleh karena itulah penting baginya untuk menyelamatkan anggota tubuhnya dari hal-hal yang tidak berguna dan akan merugikan dirinya sendiri. Dengan menyadari hal ini, maka seseorang akan merasa bahwa ketaatan kepada Allah dan rasulnya adalah sesuatu hal yang mutlak. Selain dari hal-hal tersebut hal lain yang tidak kalah penting adalah memiikirkan nasib umat islam dan tidak berbiuruk sangka kepada mereka serta berbuat baik dalam perkataan, pikiran dan tindakan. Apabila hal-hal yang di paparkan di ats misalnya belum di mmengerti dengan baik oleh seseorang, hendaklah ia bertanya kepada ahli makrifatjailani 2006:256-257).
Berkenaan dengan etika untuk melakukan tareakat ini, ada etika-etika yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh seseorang yang menempuh jalan tasawuf dalam tahapan tarekat. Diantaranya adlalah, hendaknya seorang murid memuliakan gurunya mengagungkan secara lahir maupun batin. Di samping itu sang murid harus meyakini bahwa ia tidak akan mencapai apa yang menjadi tujuannya  kecuali di bawah bimbingannya. Kedua adalah patuh, tunduk dan rela terhadap berbagi perlakuan sang guru dan memuliakan serta membantu sang guru dengan harta dan badan karewena esensi keinginan dan kecintaan itu tidak akan tampak kecuali dalam tindakan-tindakan. Ketiga adalah tidak menentang apa yang di lakukan seorang guru. Keempat  tujuannya hanyalah mendekatkan diri pada  Allah. Kelima menarik segala keinginannya dan memprioritaskan segala keinginan dan kebutuhan gurunya, keenamtidak mengintai dan memata-matai segala aktifitas gurunya, kedelapan melihat berkah dari segala perbuatan gurunya dan jesembilanmenunggu jawaban dari gurunya dan mendesaknya untuk segera memberikanjawaban bila bertanya, kesepuluh adalah tidak menyebar luaskan kelemahan dan kejelekan gurunya walaupun hal itu telah tersebar, kesebelas tidak menikahi perempuan yang di sukai gurunya dan kedua belas tidak mengeluarkan pendapat kecuali bila diminta oleh gurunya bahkan selayaknya menyerahkan  jawaban terhadap gurunya. Selain itu juga layak untuk memperhatikan segala hall dan kebutuhan gurunya dan kerabatnya, menghormati pemberian gurunya dan tidak bersahabat orang yang di benci gurunya (kurdi,2003:283-289) sehubungan dengan hal ini secara rringkas dapat di katakan bahwa seseorang haruslah memperhatikan etika atau moral yang baik ketika menitijalan rohani seperti menjaga hak-hak orang lain, bertolong-tolongan serta melakukan hal-hal terpuji lainnya dan menjauhkan hal-hal yang tercelah  (kurdi,2003:299-307).
4.     3 Hakekat
                                                                     BERSAMBUNG......
 



Share this article :

0 komentar:

Post a Comment

My Instagram

Instagram
 
Support : As'adiyah | Buya Yahya | Your Link
Copyright © 2015. Tibbil Qulub - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger