Allah adalah
Dzat yang keberadaan-Nya tidak `harus` terikat berada di tempat mana,
termasuk tidak berada di langit maupun di surga. Karena Allah itu bukan
makhluk yang membutuhkan tempat. Allah adalah Dzat yang berdiri sendiri,
dan tempat itu adalah makhluk. Sedangkan langit juga adalah makhluk,
dan tempat yang berada di bawah serta di atas langit juga makhluk. Semua
makhluq, termasuk langit, dan tempat yang berada di atas maupun di
bawah langit itu adalah ciptaan Allah, sedangkan sebelum Allah
menciptakan makhluk, Allah tidak membutuhkan apapun terhadap makhluk.
Termasuk tidak butuh makhluk yang bernama tempat.
Artinya Allah tidak membutuhkan tempat
untuk keberadaan-Nya, karena Allah itu bukan suatu materi yang
membutuhkan tempat. Allah adalah Dzat yang Maha Suci dari membutuhkan
tempat. Keberadaan Allah itu, tidak sama dengan keberadaan makhluk.
Karena keberadaan makhluq itu selalu membutuhkan tempat, dan Allah itu
sangat berbeda dan tidak sama dengan makhluk. Laisa kamitslihi syaiun
(Allah itu tidak menyerupai/ tidak sama dengan sesuatu apapun).
Lafadz innallah ma`ana, itu berarti
Sungguh Allah menyertai kita, artinya kekuasaan dan ilmunya Allah
meliputi seluruh alam, sehingga di manapun kita berada, maka Allah
selalu mengetahui perilaku kita.
Innahu fis saama (Sesungguhnya Dia ada
di langit), artinya kekuasaan Allah itu meliputi langit. Wa innahu fil
ardli (dan sesungguhnya Dia ada di bumi), artinya kekuasaan Allah itu
meliputi bumi.
Fainamaa tuwallu fatsamma wajhullah
(kemana saja engkau menghadap/ ke langit, ke bumi, ke segala penjuru,
maka di sanalah Allah berada, alias kekuasaan dan ilmu-Nya berada di
mana-mana), jelas-jelas ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak menetap
di langit seperti pemahaman kaum Wahhabi (Salafi).
Jadi, menurut Ahlus sunnah wal
jamaah Allah itu adalah Dzat yang tidak membutuhkan tempat dan kekuasaan
serta ilmu-Nya meliputi segala sesuatu dan di mana-mana.
Dimensi Dzat Allah sama sekali sangat
berbeda dengan dimensi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Jadi Allah itu tidak
membutuhkan tempat yang mana dimensi tempat itu sangat berbeda dengan
dimensi Dzat Allah itu sendiri.
Ilustrasi paling mudah, ruh manusia itu
memiliki dimensi yang berbeda dengan dimensi sebuah botol gelas. Maka
ruh manusia tidak mungkin ditempatkan ke dalam botol gelas, karena
dimensi keduanya sangat berbeda. Kalau ada orang yang menyakini/
mengatakan ada ruh manusia dapat ditempatkan di dalam botol gelas
(sekalipun dimensinya berbeda), pasti orang itu adalah penganut
kepercayaan adat tradisional China atau terbiasa menonton film vampir
ala China, yang pemeran tokohnya digambarkan dapat menyedot ruh vampir
untuk ditempatkan di dalam botol.
Artinya siapa saja yang meyakini bahwa
Dzat Allah itu bertempat di suatu tempat (di atas langit), sedangkan
dimensi Dzat Allah itu berbeda dengan dimensi tempat itu sendiri, maka
sama saja keyakinan orang itu dengan keyakinan masyarakat China
tradisional sebagaimana cerita vampir di atas.
Maha Suci Allah dari penyamaan Dzat-Nya
dengan makhluk manapun, termasuk penyamaan kepada kebutuhan makhluk
terhadap tempat. Karena Allah adalah Dzat yang sama sekali tidak
membutuhkan tempat.
Tatkala Rasulullah isra` dan mi`raj,
maka dengan kelimat `kun fayakuun` Allah menjadikan Rasulullah SAW
bersama jasadnya berada pada dimensi yang berbeda dibanding dimensi
manusia pada umumnya, karena itu beliau mampu menembus 7 langit dalam
waktu yang sangat singkat. Hingga beliau SAW dipanggil menghadap Allah
juga di saat beliau berada pada dimensi yang jauh berbeda dengan dimensi
kemanusiaan beliau SAW sebagai makhluk.
Umat Islam diperintahkan untuk
mengucapkan: Aamanna billah wama ja-a anillah ala muradillah, wa- amanna
birasulillah wama ja-a an rasulillah ala muradi rasulillah bilaa
takyifin (kami beriman kepada Allah, dan apa yang datang dari Allah
sesuai dengan yang dikehendaki Allah, dan kami beriman kepada Rasulullah
dan apa yang datang dari Rasulullah sesuai yang dikehandaki Rasululah,
tanpa harus bertanya bagaimana-bagaimana). Karena otak manusia yang
sangat lemah ini pasti tidak mampu menyerap hakikatnya masalah tersebut
di atas.
Oleh: KH Luthfi Bashori, Pengasuh Pesantren Ribath Al Murtadla Al Islami Singosari Malang.
http://www.elhooda.net/2014/12/aqidah-aswaja-allah-tidak-bertempat-di-langit/
0 komentar:
Post a Comment