Dalam suatu
pembicaraan hangat dengan seorang sahabat, beliau bercerita bahwa di
Jambi hampir tidak ada sekolah Swasta Islam yang berfaham Ahlussunnah
wal-Jama’ah, di sana didominasi oleh sekolah-sekolah berfaham diluar
ahlussunnah wal jama’ah yang sangat menyesatkan anak-anak kita. Seperti
diceritakan, seorang guru bertanya kepada murid-muridnya di sekolah
Tamaan Kanak-Kanak (TK):
“Anak-anak, Allah ada dimana?“.
Kemudian si guru mengajak anak-anak menjawab bersama pertanyaan tersebut sambl menunjukkan jari telunjuknya ke atas, “Allah ada di atas langit yaa…“.
Subhannallah… miris dan prihatin
kita mendengar cerita sahabat tersebut, lalu kami pun menyarankan untuk
keluar saja dari sekolah tersebut, dan lebih baik anak kita diajarkan
sendiri di rumah.
Mengenai jawaban di atas, yang
menyatakan “Allah ada di atas langit”, merupakan jawaban yang menyimpang
dan batil, serta menyalahi aqidah Islam yang lurus, aqidah ahlussunnah
wal jama’ah, jika ia benar-benar meyakini bahwa Allah itu berada di atas
langit, meyakini Allah bertempat di langit. Ketahuilah, Allah adalah
Dzat yang berdiri sendiri, dan langit itu adalah makhluk, sedangkan
tempat juga adalah makhluk, dan tempat yang berada di bawah serta di
atas langit juga makhluk. Semua makhluk, termasuk langit, dan tempat
yang berada di atas maupun di bawah langit itu adalah ciptaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan sebelum Allah menciptakan makhluk, Allah
tidak membutuhkan apapun terhadap makhluk. Termasuk tidak butuh makhluk
yang bernama tempat.
Artinya Allah tidak membutuhkan tempat untuk keberadaan-Nya, karena Allah itu bukan suatu materi yang membutuhkan tempat. Allah adalah Dzat yang Maha Suci dari membutuhkan tempat.
Keberadaan Allah itu, tidak sama dengan keberadaan makhluk. Karena
keberadaan makhluk itu selalu membutuhkan tempat, dan Allah itu sangat
berbeda dan tidak sama dengan makhluk. Laisa kamitslihi syaiun (Allah itu tidak menyerupai/ tidak sama dengan sesuatu apapun).
Kejadian yang menimpa anak-anak di
sekolah TK di atas menjadi pelajaran yang berharga, betapa
sangatlah penting bagi setiap orang tua, ayah atau ibu, maupun saudara,
untuk menjaga aqidah anak-anaknya dari pendidikan yang mengajarkan
faham-faham yang menyimpang di luar ahlussunnah wal jama’ah. Karena
sekali aqidahnya melenceng maka berakibat fatal bagi kehidupan anak
tersebut dan tersesatlah jalannya baik di dunia maupun akhirat. Untuk
itulah, mengajarkan pendidikan aqidah yang benar tentang Allah kepada
anak-anak kita sejak dini menjadi hal yang penting. Mengetahui bagaimana
cara kita mendidik anak-anak kita sehingga tahu tentang siapa Allah
Subhanahu wa Ta’ala sebennarnya, dan bagaimana cara kita menjawab
pertanyaan anak-anak kita mengenai Allah Subhanahu wa Ta’ala, bentuk
Allah itu seperti apa, dimana Allah berada, dan sebagainya harus
diajarkan oleh setiap orang tua kepada anak-anaknya. Jangan sampai
anak-anak kita diajari oleh orang lain yang ternyata terjangkit faham
aqidah yang menyimpang tersebut seperti aqidah mujassimah yang
menyamakan Allah dengan makhluk.
Lalu, bagaimana cara kita mendidik
anak-anak kita mengenal aqidah yang benar? Mari simak cuplikan
pembahasan mengenai hal tersebut:
ALLAH ITU SIAPA?
Utamanya pada masa emas 0-5 tahun,
anak-anak menjalani hidup mereka dengan sebuah potensi menakjubkan,
yaitu rasa ingin tahu yang besar. Seiring dengan waktu, potensi ini
terus berkembang. Nah, momen paling krusial yang akan dihadapi para
orang tua adalah ketika anak bertanya tentang ALLAH. Berhati-hatilah
dalam memberikan JAWABAN atas pertanyaan MAHA PENTING ini. Salah sedikit
saja, bisa berarti kita menanam benih kesyirikan dalam diri buah hati
kita. Nauzubillahi min dzalik. Semoga kita dan anak-anak kita senantiasa
mendapat perlindungan Allah Subhanu wa Ta’ala.
Berikut ini kami ketengahkan beberapa pertanyaan yang biasa anak-anak tanyakan pada orang tuanya:
Pertanyaan 1: “Bu, Allah itu apa sih?”
Pertanyaan 2: “Bu, Bentuk Allah itu seperti apa?”
Pertanyaan 3: “Bu, Kenapa kita gak bisa lihat Allah?”
Pertanyaan 4: “Bu, Allah itu ada di mana?”
Pertanyaan 5: “Bu, Kenapa kita harus nyembah Allah?”
Pertanyaan 1: “Bu, Allah itu apa sih?”
Pertanyaan 2: “Bu, Bentuk Allah itu seperti apa?”
Pertanyaan 3: “Bu, Kenapa kita gak bisa lihat Allah?”
Pertanyaan 4: “Bu, Allah itu ada di mana?”
Pertanyaan 5: “Bu, Kenapa kita harus nyembah Allah?”
PERTANYAAN 1: “BU, ALLAH ITU APA SIH?”
Jawablah: “Nak, Allah
itu Yang Menciptakan segala-galanya. Langit, bumi, laut, sungai, batu,
kucing, cicak, kodok, burung, semuanya, termasuk menciptakan nenek,
kakek, ayah, ibu, juga kamu.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil
tersenyum manis).
PERTANYAAN 2: “BU, BENTUK ALLAH ITU SEPERTI APA?”
Jangan jawab begini (jawaban yang keliru): “Bentuk Allah itu seperti anu… ini… atau itu….”, karena jawaban seperti itu pasti salah dan menyesatkan.
Jawablah begini: “Adek
tahu ‘kan, bentuk sungai, batu, kucing, kambing,..semuanya.. nah, bentuk
Allah itu tidak sama dengan apa pun yang pernah kamu lihat. Sebut saja
bentuk apa pun, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa yang akan kamu
sebutkan.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis).
فَاطِرُ
ٱلسَّمَـٰوَاتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ
أَزۡوَاجًا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ أَزۡوَاجًا ۖ يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ۬ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ (١١)
[Dia] Pencipta langit dan bumi. Dia
menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari
jenis binatang ternak pasangan-pasangan [pula], dijadikan-Nya kamu
berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Qur’an Surat Asy-Syura: 11).
PERTANYAAN 3: “BU, KENAPA KITA GAK BISA LIHAT ALLAH?”
Jangan jawab begini (jawaban yang keliru): “Karena Allah itu ghaib, artinya barang atau sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang”.
Jawaban bahwa Allah itu gaib (semata), jelas bertentangan dengan ayat al-Qur’an:
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir; Yang Dzahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qur’an Surat Al-Hadid:3).
Dan ini dikhawatirkan, imajinasi anak
yang masih polos akan mempersamakan ghaibnya Allah dengan hantu, jin,
malaikat, bahkan peri dalam cerita dongeng. Bahwa dalam ilmu Tauhid
dinyatakan Allah itu nyata senyata-nyatanya; lebih nyata daripada yang nyata, sudah tidak terbantahkan.
Apalagi jika kita menggunakan diksi (pilihan kata) “barang” dan “sesuatu” yang ditujukan pada Allah. Bukankah sudah jelas dalil al-Qur’an surat Asy-Syura di atas bahwa Allah itu laysa kamitslihi syai’un; Allah itu bukan sesuatu; tidak sama dengan sesuatu; melainkan Pencipta segala sesuatu.
Meskipun segala sesuatu berasal dari
Dzat-Sifat-Asma (Nama) dan Af’al (Perbuatan) Allah, tetapi Diri Pribadi
Allah itu tidak ber-Dzat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, tidak
ber-Af’al. Diri Pribadi Allah itu tidak ada yang tahu, bahkan Nabi
Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam sekali pun.
Hanya Allah yang tahu Diri Pribadi-Nya Sendiri dan tidak akan terungkap
sampai akhir zaman di dunia dan di akhirat.
إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ (١٦) مَا زَاغَ ٱلۡبَصَرُ وَمَا طَغَىٰ (١٧)
[Muhammad melihat Jibril] ketika
Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu Yang Meliputinya. Penglihatannya
[Muhammad] tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak [pula]
melampaui-Nya. (Qur’an Surat An-Najm: 16-17).
{ini tafsir dari seorang arif billah, bukan dari saya pribadi. Allahua’lam}
PERTANYAAN 4: “BU, ALLAH ITU ADA DI MANA?”
Jangan jawab begini (jawaban yang keliru): “Nak, Allah itu ada di atas.. di langit.. atau di surga atau di Arsy.”
Jawaban seperti itu menyesatkan logika
anak karena di luar angkasa tidak ada arah mata angin
atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang. Lalu jika Allah ada di langit,
apakah di bumi Allah tidak ada? Jika dikatakan di surga, berarti lebih
besar surga daripada Allah… berarti prinsip “Allahu Akbar” itu bohong?
ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۚ
Dia bersemayam di atas ’Arsy.
Ayat di atas adalah ayat mutasyabihat,
yaitu ayat yang wajib dibelokkan tafsirnya. Kalau dalam pelajaran bahasa
Indonesia, kita mengenal makna denotatif dan konotatif, nah.. ayat
mutasyabihat ini tergolong makna yang konotatif.
Juga jangan jawab begini (jawaban yang keliru): “Nak, Allah itu ada di mana-mana.”
Dikhawatirkan anak akan otomatis berpikiran Allah itu banyak dan terbagi-bagi, seperti para freemason atau politeis Yunani Kuno.
Jawablah begini:
“Nak, Allah itu dekat dengan kita. Allah
itu selalu ada di hati setiap orang yang shaleh, termasuk di hati kamu,
Sayang. Jadi, Allah selalu ada bersamamu di mana pun kamu berada.”
“Qalbun mukmin baitullah”, ‘Hati seorang mukmin itu istana Allah.” (al-Hadits).
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ
إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.(Qur’an Surat Al-Baqarah : 186).
وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. (Qur’an Surat Al-Hadiid: 4)
وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. (Qur’an Surat Al-Baqarah: 115).
“Allah sering lho bicara sama kita..
misalnya, kalau kamu teringat untuk bantu Ibu dan Ayah, tidak berantem
sama kakak, adek atau teman, tidak malas belajar, tidak susah disuruh
makan,..nah, itulah bisikan Allah untukmu, Sayang.” (Ucapkan dengan
menatap mata anak sambil tersenyum manis).
وَٱللَّهُ يَهۡدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسۡتَقِيمٍ
Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Qur’an Surat Al-Baqarah: 213)
PERTANYAAN 5: “BU, KENAPA KITA HARUS MENYEMBAH ALLAH?”
Jangan jawab begini (jawaban yang keliru): “Karena
kalau kamu tidak menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke neraka. Kalau
kamu menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke surga.”
Jawaban seperti ini akan membentuk
paradigma (pola pikir) pamrih dalam beribadah kepada Allah bahkan
menjadi benih syirik halus (khafi). Hal ini juga yang menyebabkan banyak
orang menjadi ateis karena menurut akal mereka, ”Masak sama Allah kayak
dagang aja! Yang namanya Allah itu berarti butuh penyembahan! Allah
kayak anak kecil aja, kalau diturutin maunya, surga; kalau gak
diturutin, neraka!!”
“Orang yang menyembah surga, ia
mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya. Orang yang
menyembah neraka, ia takut kepada neraka, bukan takut kepada
Penciptanya.” (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)
Jawablah begini:
“Nak, kita menyembah Allah sebagai wujud
bersyukur karena Allah Subhanau wa Ta’ala telah memberikan banyak
kebaikan dan kemudahan buat kita. Contohnya, Adek sekarang bisa bernafas
menghirup udara bebas, gratis lagi.. kalau mesti bayar, ‘kan Ayah sama
Ibu gak akan bisa bayar. Di sungai banyak ikan yang bisa kita pancing
untuk makan, atau untuk dijadikan ikan hias di akuarium. Semua untuk
kesenangan kita.
Kalau Adek gak nyembah Allah, Adek yang
rugi, bukan Allah. Misalnya, kalau Adek gak nurut sama ibu-bapak guru di
sekolah, Adek sendiri yang rugi, nilai Adek jadi jelek. Isi rapor jadi
kebakaran semua. Ibu-bapak guru tetap saja guru, biar pun kamu dan
teman-temanmu gak nurut sama ibu-bapak guru.” (Ucapkan dengan menatap
mata anak sambil tersenyum manis).
إِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِىٌّ عَنِ ٱلۡعَـٰلَمِينَ
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya [tidak memerlukan sesuatu] dari semesta alam. (Qur’an Surat Al-Ankabut: 6).
Katakan juga pada anak:
“Adek mulai sekarang harus belajar cinta
sama Allah, lebih daripada cinta sama Ayah-Ibu, ya?!” (Ucapkan dengan
menatap mata anak sambil tersenyum manis).
“Kenapa, Bu?”
“Karena suatu hari Ayah sama Ibu bisa
meninggal dunia, sedangkan Allah tidak pernah mati. Nah, kalau suatu
hari Ayah atau Ibu meninggal, kamu tidak boleh merasa kesepian karena
Allah selalu ada untuk kamu. Nanti, Allah juga akan mendatangkan
orang-orang baik yang sayang sama Adek seperti sayangnya Ayah sama Ibu.
Misalnya, Paman, Bibi, atau para tetangga yang baik hati, juga
teman-temanmu.”
Dan mulai sekarang rajin-rajin belajar
Iqra supaya nanti bisa mengaji Quran. Mengaji Quran artinya kita
berbicara sama Allah. (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum
manis).
Allahu a’lam.
Baca juga:
(Akidah Dan Akhlak Anak “Mutiara Hikmah”/ Thariqah Sarkubiyah
http://www.elhooda.net/2015/02/penting-ajarkan-pendidikan-aqidah-yang-benar-kepada-anak-tentang-allah-sejak-dini/
0 komentar:
Post a Comment