menganjurkan kepada umatnya. Di sini, mari kita kutip 5 faidah inti menikah, seperti yang disebutkan oleh Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin: Pertama, dengan pernikahan kita akan beroleh anak dan mendapatkan keturunan. Dari faidah mendapatkan anak ini, terdapat empat hal yang bernilai ibadah:
- Untuk meneruskan kelangsungan hidup umat manusia di atas muka bumi
ini, dan itu adalah perintah Allah SWT, seperti dalam hadits
Rasullullah SAW,
“Menikahlah kalian, agar kalian berketurunan.” (HR Ahmad). - Untuk mendapatkan cinta Rasulullah SAW, sebab dengan memperbanyak umatnya, beliau bangga dengan hal itu, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Menikahlah kalian sehingga jumlah kalian akan banyak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan kalian kepada umat yang lain pada hari Kiamat, walaupun dengan bayi yang gugur.” (HR Ahmad).
- Untuk mengharapkan doa anak itu kelak bagi kedua orangtuanya,
“Jika seorang anak Adam meninggal dunia, putuslah amalnya,
kecuali tiga hal, di antaranya, anak shalih, yang selalu mendoakannya.” (Muttafaq ‘Alaih).
Bahkan sebagian ulama ada yang mengatakan, “Walaupun anak itu tidak shalih, doanya akan tetap bermanfaat untuk orangtuanya.” - Untuk mengharapkan syafa’at anak itu jika si anak wafat sebelum baligh, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Jika hari Kiamat tiba, tatkala orang-orang sedang dihisab, berkumpullah anak-anak yang meninggal sebelum baligh. Lalu dikatakanlah kepada mereka, ’Masuklah kalian ke dalam surga.’ Mereka mengatakan, ’Kami tak akan masuk surga hingga orangtua kami juga masuk surga.’ Maka dikatakan kepada mereka, ’Masuklah kalian beserta orangtua kalian ke dalam surga’.” (Ihya’ Ulumiddin).
“Barang siapa sudah melaksanakan perkawinan, ia telah membentengi setengah agamanya, maka bertaqwalah kepada Allah dari separuh lainnya.” (Ihya’ Ulumiddin).
Ketiga, dengan pernikahan, kita akan mendapatkan kesenangan dengan pasangan kita. Ketahuilah, jika jiwa beristirahat dengan melakukan kesenangan sewaktu-waktu, itu akan menimbulkan semangat dan kekuatan dalam jiwanya untuk melaksanakan ibadah. Oleh karenanya Allah SWT berfirman:
“Supaya kamu dapat ketenangan di sisinya.” – QS Ar-Rum: 21.
Imam Ali KW berkata, “Senangkanlah hati ini sesaat, karena, jika ia dipaksakan, akan menjadi buta dan bosan.”
Bahkan Rasulullah SAW sendiri menerangkan, istri itu adalah hal yang paling menyenangkan dan merehatkan. Diriwayatkan dari sahabat Anas RA, beliau bersabda:
“Dipersenangkan kepadaku dari dunia kalian pada tiga hal: wewangian, perempuan, dan pelipur lara bagiku, yaitu shalat.” (HR An-Nasa’i dan Al-Hakim).
Keempat, dengan perkawinan tersebut, kita dapat memfokuskan diri untuk beribadah, karena beban rumah tangga dipikul bersama lewat tugas yang dijalani masing-masing dengan baik. Sebagai contoh, bagi seorang suami, istrinyalah yang nantinya akan mengurusi kebersihan rumah, memasak, menyapu, dan tugas-tugas rumah lainnya, yang mana itu adalah sifat seorang istri yang shalihah. Bagi para suami, coba bayangkan jika kita hidup tanpa istri, pasti akan banyak waktu yang tersita untuk tugas-tugas tersebut.
Oleh karena itu Abu Sulaiman Ad-Darani rahimahullah mengatakan, “Istri yang shalihah bukan termasuk dari dunia yang melalaikan, karena ia akan menfokuskan waktumu dalam beribadah.”
Demikian pula faidah bagi seorang istri, ia tidak usah repot-repot mencari rizqi, karena sudah ada suami, yang mencukupinya, dan dengan berkeluarga ia akan mendapat pahala yang banyak, karena berbakti kepada suami dengan melaksanakan tugas-tugas di atas.
Kelima, dengan pernikahan, kita dapat menggandakan nilai pahala kita, dengan cara bersabar dengan akhlaq pasangan kita, baik suami maupun istri, yang kurang baik, bersabar di dalam mendidik anak kelak, yang pada semua hal itu terkandung pahala yang sangat besar, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
“Siapa saja di antara wanita yang dapat bersabar terhadap perilaku yang tidak baik dari seorang suami, ia akan diberikan ganjaran oleh Allah SWT seperti ganjaran yang Dia berikan kepada Asiyah binti Muzahim (istri Fir’aun).” (Ihya’ ‘Ulumiddin).
Apalagi, dengan menikah, bagi seorang wanita ia dapat berbakti serta taat kepada suaminya serta menyenangkannya. Hal itu merupakan jaminan baginya untuk masuk surga Allah SWT, sebagaimana disebutkan dalam hadist Nabi SAW berikut:
“Jika seorang wanita telah melaksanakan kewajiban shalat lima waktunya, berpuasa setiap bulan Ramadhan, dan menjaga kemaluannya dari dosa, serta taat kepada suaminya, akan dikatakan kepadanya kelak, ‘Masuklah ke dalam surga mana saja yang kamu suka’.” (HR Ibnu Hibban).
Wallahu a’lam bish shawab.
Ditulis oleh : Ustadz Segaf bin Hasan Baharun, M.H.I. [Fiqhun-Nissa’/majalah-alkisah.com]
0 komentar:
Post a Comment